Jakarta – Ketua Umum Rampai Nusantara Mardiansyah Semar prihatin terhadap beredarnya video 11 warga Kabupaten Sukabumi yang menjadi korban TPPO dan disekap di Myanmar. Ia mendorong pemerintah segera melakukan langkah kongkrit untuk lakukan upaya penyelamatan dan segera memulangkan para korban kembali ke Indonesia.
“Kejadian penyekapan terhadap para pekerja migran Indonesia (PMI) ini kembali terulang, mereka yang awalnya memiliki niat untuk mencari penghidupan lebih baik malah bernasib sebaliknya, ini miris sekali dan kami melihat Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) gagal menjalankan fungsinya,” tegas Semar.
Para korban ternyata merupakan para pekerja Indonesia yang pada awalnya dijanjikan bekerja jadi pelayan bisnis investasi mata uang kripto di Thailand dengan iming gaji sebesar Rp35 juta/bulan. Namun, kenyataannya mereka diberangkatkan ke Myawaddy, Myanmar dan dipekerjakan menjadi operator penipuan daring.
“BP2MI memiliki tugas yang sangat spesifik dalam melakukan pencegahan maupun pelindungan untuk para pekerja Indonesa yang akan bekerja ke luar negeri, sedang bekerja hingga pulang ke tanah air dengan terpenuhi semua hak-hak nya seperti gaji, tempat tinggal hingga keamanan saat bekerja. Itu yang harus dipastikan atau dijamin oleh kepala BP2MI bukan malah sibuk dengan berbagai urusan yang seharusnya tidak perlu diurus, jadi fokus saja dengan tupoksinya ” tambah pria yang juga aktivis 98 tersebut.
Semar mendorong pemerintah segera melakukan upaya untuk menyelamatkan dan memastikan kepulangan 11 WNI yang saat ini disekap di Myanmar tersebut.
“Kami juga mendorong pemerintah dalam hal ini kementerian Luar Negeri segera mengambil langkah untuk menyelamatkan dan mengawal kepulangan nasib saudara kita yang saat ini disekap di Myanmar, kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas termasuk agency yang memberangkatkan harus di periksa lebih lanjut apakah mereka bagian dari sindikat TPPO atau juga korban.” ucap Semar.
Keprihatinan yang mendalam Ketua Umum Rampai Nusantara ini mungkin dilatarbelakangi karena ia pernah bekerja bertahun-tahun mengurusi pekerja migran yang menjadi korban dengan berbagai cara dan peristiwanya.
“Saya sungguh sangat prihatin dan sedih sekali, mungkin dipengaruhi juga suasana kebatinannya ya karena lebih dari lima tahun saya pernah menjadi tenaga ahli LPSK yang salahsatu tugasnya menangani pekerja migran indonesia korban TPPO karena itu saya sangat mengerti dan ikut merasakan kesulitan para korban yang tentu berdampak juga pada rasa risau, takut dan khawatir keluarga nya. Sangat perlu sekali upaya yang maksimal dan serius agar kasus seperti ini tidak terulang lagi.” pungkasnya.