Jakarta – Baru-baru ini film dokumenter “Dirty Vote” dirilis dan diklaim akan mengungkap fakta di balik kecurangan pemilu 2024. Diketahui, film ini disutradarai oleh Dandhy Laksono yang juga pernah membuat film dokumenter berjudul “Sexy Killers” melalui rumah produksi yang didirikannya, yaitu Watchdoc, yang mengungkap fakta di balik industri tambang batu bara yang memakan korban jiwa karena merusak saluran napas warga sekitar, termasuk lingkungan yang tercemar. Film ini juga sempat menjadi viral dan ramai diperbincangkan karena dirilis beberapa hari menjelang Pipres 17 April 2019.
Mantan menteri perdagangan, Muhammad Lutfi angkat bicara soal “Dirty Vote” dan Dandhy Laksono. Ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah terbawa arus dan mencermati terlebih dahulu fakta-fakta dibaliknya.
“Dikenal dengan karya-karyanya yang dirilis menjelang pemilu, Dandhy Laksono seolah-olah punya agenda terselubung. Ingat ‘Rayuan Pulau Palsu’? Diklaim sukses. Tapi, apa iya? Ironis ya? Kritik keras tentang reklamasi, malah yang dikritiknya yang menjalankannya. Film “Sexy Killer” pun ditunjukkan untuk meng-attack Pak Jokowi.” ungkap Lutfi dalam video yang diposting di akun instagramnya, hari ini (12/2/2024).
Ia menilai film-film Dandhy bukan murni sebuah dokumenter yang menyajikan kritik. Namun ada sebuah opini yang dipaksakan dan menjurus ke salah satu paslon.
“Dandhy mencoba riding wave (menunggangi) kasus 212 dengan ‘Rayuan Pulau Palsu’ dan lagi-lagi menyerang Pak Jokowi lewat ‘Sexy Killer’. Tapi bukannya kritik yang membangun malah opini yang dipaksakan. Dan sekarang ‘Dirty Vote’ +, sebuah film yang kabarnya punya echo opini salah satu paslon. Bukannya dokumenter, ini lebih mirip kampanye terselubung ya kelihatannya.” ungkap dia.
Ia juga membeberkan bahwa elemen yang terlibat dalam film ini mulai dari krunya, hingga sutradaranya terang-terangan mendukung capres lain.
“Berlagak sebagai aktivis yang ingin berbicara tentang negara, padahal mereka mendukung paslon tertentu. Ini bukan pendidikan melainkan propganda terang-terangan untuk menjelekkan nama presiden kita.” ujarnya.
Sebagai informasi, dalam film “Dirty Vote” juga meng-highlight pernyataan dari 3 aktivis yang juga berkecimpung dalam bidang hukum yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari. Ketiganya diketahui merupakan bagian tim percepatan reformasi hukum Mahfud MD saat masih menjabat sebagai Menkopolhukam.
“Berhati-hatilah dengan yang mengklaim sebagai aktivis namun sejatinya pendukung capres lain.” pungkas Lutfi.