JAKARTA – Salam adalah cara bagi seseorang untuk secara sengaja mengkomunikasikan kesadaran akan kehadiran orang lain untuk menunjukkan perhatian, dan/atau untuk menegaskan atau menyarankan jenis hubungan atau status sosial antar individu atau kelompok orang yang berhubungan satu sama lain. Seperti juga cara komunikasi lain, salam juga sangat dipengaruhi budaya dan situasi dan dapat berubah akibat status dan hubungan sosial. Salam dapat diekspresikan melalui ucapan dan gerakan, atau gabungan dari keduanya. Salam sering, tetapi tidak selalu, diikuti oleh percakapan.
Salam dalam bentuk ucapan adalah berupa kata atau frasa yang bersifat ritual yang digunakan untuk memperkenalkan diri atau untuk menyapa orang lain. Bentuk ucapan salam sangat beragam, diantaranya:
– Sapaan saat baru bertemu, seperti: “Halo”, “Hai”, dan yang agak kasar: “He” (dari bahasa Inggris: hello, hi, dan hey)
– Ungkapan perhatian terhadap keadaan seseorang, seperti “Apa kabar?”, “Cepat sembuh”
– Ucapan selamat yang berkaitan dengan waktu, seperti: “Selamat pagi”, “Selamat siang”, “Selamat sore”, “Selamat malam”
– Ucapan selamat berkaitan dengan peristiwa tertentu, seperti: “Selamat ulang tahun”, “Selamat hari raya”, “Selamat datang”, “Selamat jalan”
– Salam berkaitan dengan agama, seperti: “Assalamualaikum”, (Islam), “Shalom” (Kristen), “Namo Buddhaya”, (Buddha) “Om Swasti Astu”(Hindu).
“Saya menganggap salam lintas agama merupakan salah satu bentuk implementasi nyata dari Bhinneka Tunggal Ika dan mengucapkan salam lintas agama lain adalah sebagai salah satu bentuk penghormatan kita kepada saudara kita yang berbeda keyakinan,” kata Tokoh Hindu Nasional Gede Narayana yang juga merupakan Ketua Komisi Informasi Pusat RI Periode 2017 – 2021 dan saat ini masih menjabat sebagai salah satu Komisioner Komisi Informasi Pusat, Rabu, 19 Juni 2024 terkait pengucapan salam lintas agama.
Menurut Gede Narayana, Salah satu pilar bangsa kita adalah Bhinneka Tunggal Ika yang sudah dirumuskan para pendiri bangsa yang salah satu implementasinya adalah dengan kita menghargai segala bentuk perbedaan yang ada di Indonesia baik itu Suku, Agama, Ras dan Budaya.
Lebih lanjut Gede juga menjelaskan bahwa dengan mengucapkan salam lintas agama tidak akan mengganggu keyakinannya sebagai umat Hindu.
“Sebagai umat Hindu, tentu mengucapkan salam agama lain tidak akan mengganggu keyakinan atau Sradha kami. Justru sebagai salah satu cara memperkuat persatuan dan mempererat tali persaudaraan sebagai sesama manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Hindu yaitu vasudaiwam kutum bakam yaitu semua makhluk adalah bersaudara,” tambahnya.
Terakhir Gede menyampaikan bahwa mengucapkan salam lintas agama adalah sebagai bentuk Nasionalisme.
“Perlu diingat juga bahwa sejarah berdirinya bangsa ini adalah didasarkan atas bersatunya semua golongan pada masa itu, sehingga hal ini tidak boleh dikesampingkan dengan hal-hal yang justru dapat mereduksi nilai-nilai persatuan. Salam lintas agama juga dapat kita maknai sebagai sebuah sikap nasionalisme,” pungkasnya.