Oleh : Ayik Heriansyah
Sempat tiarap selama 2-3 tahun pasca pencabutan badan hukum dan penindakan terhadap beberapa orang anggotanya, kini HTI mulai menggeliat kembali. Mereka berangsur-angsur pulih. Masa-masa kritis sudah mereka lewati. Bekas akibat pelarangan sedikit demi sedikit menghilang. Publik pun mulai lupa. Aparat sempat terlena menganggap HTI sudah tidak ada.
HTI tidak pernah mati selama ideologi mereka masih ada orang yang meyakininya. Selama aktivitas ideologisasi secara intensif, terpusat, dan terstruktur melalui halaqah berjalan. Selama kegiatan ideologisasi publik dalam bentuk kajian-kajian keagamaan berlangsung di dunia nyata (offline) dan dunia virtual (online).
Karena itu HTI reborn maksudnya, HTI mulai kembali beraktivitas secara normal di ruang-ruang publik. HTI sudah bisa beradaptasi dengan statusnya sebagai organisasi terlarang. Mereka melakukan penyesuaian-penyesuaian tampilan guna mengelabui aparat dan publik tanpa mengubah ide-ide pokok dalam ideologi mereka dengan strategi-strategi sebagai berikut:
*Strategi pertama. HTI merahasiakan keberadaan pejabat-pejabat utama mereka*, kecuali yang kadung dikenal publik seperti MIY, SaJ, dan RSL. Dulu MIY di-branding sebagai Jubir HTI, SaJ, Anggota DPP HTI, dan RSL Ketua DPP HTI. Sekarang ketiga tokoh ini di-rebranding menjadi cendekiawan muslim, ahli fiqih dan ulama aswaja.
*Strategi kedua. HTI merahasiakan tempat-tempat halaqah dan kegiatan-kegiatan untuk umum tapi bersifat khusus.* Dulu halaqah di masjid-masjid, kini di rumah-rumah. Dulu kegiatan-kegiatan untuk umum yang bersifat khusus diadakan di aula kantor-kantor pemerintah, BUMN, dan swasta.
Kini diselenggarakan di hotel-hotel, mal-mal, restoran-restoran dan tempat- tempat wisata dengan peserta yang teregistrasi dan bersifat tertutup. Semua ini mereka lakukan demi menghindari pengawasan aparat.
*Strategi ketiga. Desentralisasi media propaganda.*
Dulu HTI hanya punya satu saluran media yakni HTI Channel untuk semua platform media online (hizbut-tahrir.or.id) dan media sosial yang dikelola oleh Kantor Jubir yang dibantu oleh Lajnah I’lamiyah (Biro Penerangan).
Sekarang HTI membolehkan kepada anggota dan atau sekelompok anggota untuk membuat media propaganda dengan nama, fitur dan segmentasi yang sesukanya asal tidak memuat konten-konten yang bertentangan dengan ideologi HTI. Setidaknya sudah ada puluhan website dan akun/channel media sosial yang berafiliasi dengan HTI.
*Strategi keempat. Membuat lembaga-lembaga pendidikan, sosial dan filantropi sebagai melting pot HTI dengan masyarakat.* Aktivis HTI secara berkelompok membangun pesantren-pesantren, sekolah/madrasah, lembaga tahfidz, yayasan santunan yatim piatu dan orang miskin, badan wakaf dan lain sebagainya. Tujuan mereka untuk mendapat legitimasi sosial atas keberadaan HTI di lingkungan setempat, membangun basis dukungan dan simpatisan serta rekrutmen dan kaderisasi anggota.
Sesekali HTI melakukan aksi demo serentak seluruh Indonesia guna merespon isu-isu besar nasional dan internasional. HTI menggunakan sebarang nama organ aksi dengan nama penanggung jawab aksi salah seorang anggota mereka ketika mengirimkan surat pemberitahuan aksi kepada kepolisian setempat.
Demikian beberapa penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan HTI sebagai strategi resiliensi (bertahan) sampai chaotic moment berupa kerusuhan massal atau konflik besar terjadi di Indonesia yang mengakibatkan keadaan vacuum of power sehingga membuka peluang dan memberi kesempatan kepada HTI untuk tampil kembali dengan segala atribut kebesarannya seperti saat mereka belum menjadi organisasi terlarang.