JAKARTA – Fenomena hoaks masih menjadi perbincangan di Indonesia saat ini, terutama di kalangan pencinta media sosial. Kehadiran media sosial sebagai wadah berbincang dan bertukar informasi antara satu dengan yang lain tentu memberikan dampak yang sangat positif.
Sayangnya, media sosial malah menjadi arena bagi penyampaian opini, ujaran penuh kebencian (hate speech), dan berita-berita palsu (hoax). Maka itu peran media untuk meluruskan informasi yang berkembang sangat dibutuhkan dewasa ini.
Pemred Harian Terbit Ali Akbar Soleman mengingatkan kepada insan pers untuk tetap memegang prinsip kehati-hatian dan akurasi berita yang dinilainya sangat penting. Ali memastikan hoaks tidak akan bisa hidup dikalangan media jika mereka mengikuti kode etik jurnalistik.
“Kehati-hatian dan akurasi berita itu sangat penting. Dengan adanya hoaks, kita bisa lebih belajar lagi untuk membuat berita yang lebih akurat lagi,” kata Ali Akbar dalam diskusi bertema “Optimalisasi Peran Media Dalam Memerangi Hoax” yang diinisiasi Social Media Civic Education (SMCE) di Hotel Alia Cikini Menteng Jakarta Pusat, Selasa (30/10/2018).
Dia mengaku perkembangan pemberitaan di tahun politik sangat menarik, apalagi gegernya drama hoaks Ratna Sarumpaet dan juga tudingan tendensius dibarengi berita hoaks yang masih melabeli Jokowi seorang PKI.
“Pilpres kali ini memang sangat menarik, korban hoaks tidak hanya rakyat kecil, termasuk capres bisa menjadi korban. Seperti Jokowi sampai sekarang masih merasa difitnah sebagai PKI. Prabowo pun juga disebut pro khilafah dan pro ISIS,” tambah dia.
Ali Akbar pun membeberkan cara memerangi berita hoaks yakni dengan membentuk tim khusus memfilter berita yang akan diberitakan dan analisis kebenaran berita.
“Dengan banyaknya hoaks yang beredar di masyarakat, kami akan lebih berhati-hati dan lebih dewasa dalam menurunkan berita ke masyarakat,” sebut Ali Akbar.
Sementara itu, Pemred iNews TV Yadi Hendriana menghimbau agar media memiliki sumber informasi yang jelas dan akurat, dan tidak semua berita fakta harus diberitakan. Seperti halnya, saat persidangan Ahok agar tidak disiarkan secara langsung guna menghindari bentrokan massa antar kedua kubu.
“Media punya peran sangat penting, dan harus memberikan kontrol serta catatan yang baik terhadap Pemilu,” ujar Yadi.
Yadi juga berpesan agar media jurnalistik dalam memberitakan suatu peristiwa tidak berpatokan di media sosial. “Contohnya pada kasus bom Thamrin, ada informasi bom di Slipi, BSD maupun kuningan. Ini parah, media jurnalistik jangan berpatokan ke medsos,” pungkasnya.