Opini

Al Maidah: 49 Dalil Wajibnya Khilafah, Benarkah?

Oleh: Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jabar

Selain QS. Al-Maidah: 48, Hizbut Tahrir (HT) juga merujuk kepada QS. Al-Maidah: 49 sebagai dalil wajibnya menegakkan khilafah lebih tepatnya Khilafah Tahririyah. Benarkah ayat tersebut sedang membicarakan suatu sistem pemerintahan (nizhamul hukmi)?

Ketika membahas makna al-Qur’an, asbabun nuzul ayat harus disertakan untuk mengetahui konteks ruang, waktu dan realitas sosial politik suatu ayat. Menurut Quraish Shihab tentang Asbāb al- Nuzūl adalah segala sesuatu yang menjadi sebab turunnya ayat, untuk mengomentari, menjawab pertanyaan, atau menerangkan suatu hukum. Asbabun nuzul terdiri dari peristiwa, pelaku dan waktu kejadian.

Ulama mufassirin sepakat akan pentingnya asbabun nuzul untuk memahami maksud ayat, ibrah atau dalam rangka istinbath hukum. Imam Jalaluddin al- Suyuti di kitab Al- Itqan fi Ulum al- Qur’an mengatakan bahwa mengetahui sebab turunnya ayat akan membantu dalam memahami ayat, dengan mengetahui sebab akan mengetahui akibat. Pendapat senada juga dikemukan oleh Syaikh Manna’ al- Khalil al Qattan dalam Studi Ilmu-Ilmu al- Qur’an.

Surat al-Maidah terdiri dari 120 ayat, 25 ayat yang memiliki asbabun nuzul. Surat ini termasuk surat Madaniyah, surat yang turun ketika Nabi Muhammad saw di Madinah pasca hijrah.

Sesampai di Madinah, di tahun pertama hijriah, Nabi Muhammad saw langsung menata masyarakat, membangun masjid, melakukan konsolidasi sesama umat Islam antara kaum Muhajirin dan Anshar serta menjalin hubungan baik dengan kaum Yahudi, kaum non Islam yang telah lama menghuni Madinah dan sekitarnya.

Ada 4 Bani Yahudi di Madinah, di dalam kota, ada satu Bani Yahudi yaitu Bani Qainuqa. Tiga Bani Yahudi lainnya di luar kota, terdiri dari Bani Nadhir, Quraizhah, Khaibar.

Kepada kaum Yahudi, Rasulullah saw membuat perjanjian antara umat Islam dengan Yahudi yang terkenal dengan nama Piagam Madinah. Piagam Madinah jadi konstitusi bagi semua warga negara dengan Muhammad saw sebagai kepala negaranya. Dengan menyetujui Piagam Madinah, berarti kaum Yahudi mengakui kepemimpinan politik (al-hakim) Muhammad saw meskipun menolak mengimani Beliau saw sebagai Nabi dan Rasul Allah.

Beginilah situasi dan kondisi Muhammad saw saat berinteraksi dengan kaum Yahudi. Asbabun nuzul ayat 49 surat al-Maidah:

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ

Dan hendaklah engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah (QS. Al-Maidah: 49).

Ayat ini turun berkenaan dengan sekelompok orang Yahudi. Ibnu Abbas berkata: “Kaab bin Usaid, Abdullah bin Shuriah dan Syimas bin Qais berkata, ‘mari kita pergi menemui Muhammad untuk kita uji tentang agamanya.’ Mereka mendatangi Nabi saw lalu berkata, ‘wahai Muhammad, seperti yang engkau ketahui kami adalah pendeta Yahudi, orang yang terhormat dan pemimpin. Bila kami mengikutimu, niscaya orang-orang Yahudi mengikuti kami dan tidak menentang kami. Karena itu, kami ingin engkau memutuskan perkara kami. Putuskanlah hukum yang berguna bagi kami dan memberatkan bagi mereka, kami akan beriman kepadamu.’

Nabi saw enggan melakukannya, kemudian Allah swt menurunkan ayat berkenaan dengan mereka, …Dan hendaklah engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah (QS. Al-Maidah: 49). (Syaikh Wahbah Zuhaili, Tafsir Al-Wasith, terj GIP: 2012, jilid I, hal. 409; A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Rajawali Press: 2002, cet I, hal. 323).

Permintaan pemuka Yahudi kepada Muhammad saw, secara tersurat dan tersirat bertujuan hendak menguji Muhammad saw dalam kapasitasnya sebagai Nabi dan Rasul Allah yang ditunjukkan oleh janji akan beriman kepada Muhammad saw sebagai syarat apabila keinginan mereka dipenuhi.

Jika konteksnya keimanan, tentu saja terkait dengan kedudukan Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul, bukan al-hakim dalam konteks sebagai kepala negara dan pemerintahan. Peran Muhammad saw sebagai al-hakim, tidak dipermasalahkan oleh pemuka Yahudi yang dibuktikan dari sikap mereka menerima Piagam Madinah.

Walhasil, sama seperti QS. Al-Maidah: 48, ayat 49 pun bukan membicarakan tentang Muhammad saw dalam kapasitasnya sebagai kepala negara dan pemerintahan. Pun tidak ada kaitannya dengan suatu nizhamul hukmi (sistem pemerintahan). Jadi, dalam hal ini HT salah dalam ber-istidlal.

Most Popular

Babenya adalah baca berita nya dari beragam situs berita populer; akses cepat, ringan dan hemat kuota internet.

Portal Terpercaya.

Copyright © 2016 BaBenya.com.

To Top