Opini

Emak-emak Khilafah

Oleh: Ayik Heriansyah
Pengurus Lembaga Dakwah PWNU Jabar – Mahasiswa Doktoral Sosiologi Pedesaan IPB University

Bila kita cermati dalam setiap aksi HTI peserta dari kalangan perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Mereka terlihat lebih antusias, semangat, heroik dan militan.

Mereka berbaris dengan tertib dan teratur. Kebanyakan mengenakan dress code kerudung putih gamis hitam. Tidak bercadar. Kecuali beberapa orang. Mungkin untuk menghindari debu jalanan.

Hizbut Tahrir (HT) menganut doktrin kullun fikriyun syu’uriyun (semua satu pemikiran dan perasaan). Semua satu Amir, satu ideologi, satu kitab halaqah dan satu cita-cita yaitu Khilafah Tahririyah.

HT menggunakan kata rijal, syabab, darisin, dan hizbiyyin untuk laki-laki. Sedangkan untuk perempuan menggunakan kata nisa, syabah, darisah dan hizbiyah.

Amir HT membuat kebijakan untuk memisahkan struktur organisasi rijal dengan nisa. Kemungkinan besar karena alasan keamanan, kerahasiaan dan keberlanjutan gerakan apabila suatu saat diberangus pemerintah.

Struktur rijal dipimpin oleh seorang Mu’tamad/Mas’ul ‘Aam (MA) dan struktur nisa dipimpin oleh seorang Mas’ulah ‘Ammah (MAh). Keduanya dipilih dan diangkat oleh Amir HT. Mereka berdua bertanggung jawab kepada dan berkomunikasi langsung dengan Amir HT.

Rijal dan nisa dikondisikan agar tidak mengetahui aktivitas satu sama lain. Mereka dilarang saling memberitahu aktivitas masing-masing. Rijal tidak boleh mengetahui struktur nisa. Demikian pula sebaliknya.

Hanya MA dan MAh yang boleh berkomunikasi mewakili struktur rijal dan nisa. Dalam rangka koordinasi tentang pelaksanaan agenda bersama seperti Aksi Bela Palestina beberapa hari yang lalu. Atau dalam rangka memenuhi perintah Amir HT terkait kasus tertentu.

Ketika masih legal struktur nisa tampil ke luar dengan nama Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI). Mereka mempunyai kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di Crown Palace Blok A 25 – 26, Jalan Prof. Soepomo No. 231, Tebet. Bersebelahan dengan kantor rijal (DPP HTI). Sejak dilarang 2017, kantor tersebut ditutup.

Jumlah nisa sebanding dengan rijal. Di beberapa daerah jumlah nisa lebih banyak. Umumnya mereka dari kalangan yang berpendidikan. Ada yang menjadi Guru Besar (Profesor), doktor dan magister yang menjadi peneliti dan dosen di beberapa perguruan tinggi.

Yang sarjana banyak yang menjadi guru, ASN, karyawan BUMN dan swasta. Ada juga yang menjadi pengusaha. Berbeda dengan akhwat JAD dan JI yang pada umumnya menjadi ibu rumah tangga.

Dengan profil high class yang mereka miliki, muslimah HTI lebih leluasa melakukan penetrasi ke semua kalangan. Mereka lebih mudah diterima. Mulai dari pelajar putri, mahasiswi, ibu rumah tangga, karyawati, selebritis, sampai istri-istri polisi dan TNI. Hal yang sulit dilakukan oleh akhwat JAD dan JI.

Tentang Muslimah HTI lebih dalam, Prof. Dr. Inayah Rohmaniyah dari UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2020 menulis buku yang berjudul Sholehah Demi Khilafah: Perempuan dalam Gerakan & Ideologi Politik Hizbut Tahrir Indonesia. Sangat bagus untuk dijadikan referensi guna memahami HTI dari perspektif gender.

Most Popular

Babenya adalah baca berita nya dari beragam situs berita populer; akses cepat, ringan dan hemat kuota internet.

Portal Terpercaya.

Copyright © 2016 BaBenya.com.

To Top