JAKARTA – Mantan aktivis Jamaah Islamiyah Nasir Abbas mengatakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah cara dan bentuk lain dalam radikalisme Islam. Katanya, HTI sama saja seperti Negara Islam Indonesia (NII), Darul Islam (DI) dan gerakan radikalisme Islam lainnya yang menginginkan tegaknya Islam dalam bentuk negara, bahkan khilafah di dunia.
Nasir Abbas menjelaskan bahwa HTI termasuk kelompok radikalisme karena secara difinisi radikalisme adalah politik agama, hanya saja mereka anti demokrasi. Dan mereka punya ideologi yang ekstrem yang harus dicapai.
“Gerakan NII, Darul Islam dan Jamaah Islamiyah, semuanya mereka sama saja dengan khilafah. Mereka mempunyai tujuan yang sama walaupun mereka beda organisasi,” katanya, 7 September 2019.
Dikatakannya, proses rekrutmen kelompok radikal ini, salah satunya menyiarkan syi’ar Islam. Biasanya mereka membandingkan ciptaan tuhan dan manusia sehingga pikirannya dirasuki. HTI cara rekrutnya juga melalui bumbu kebencian terhadap salah satu sistem di negara.
Nasir Abbas melanjutkan sasaran rekrutmennya bukan hanya mahasiswa tapi juga dosennya dan stafnya. Dimana mereka selalui ingin menguasai kampus, fakultas-fakultas, kegiatan-kegiatan ke-Islaman di kampus dan bahkan masjid kampus.
“Terkadang infaq juga bisa dijadikan kesempatan kelompok radikal untuk amunisi untuk membeli senjata. contoh infaqnya seperti infaq muslim rohingya bisa jadi infaqnya bisa digunakan untuk membeli sanjata, karena itu juga masuk infaq sabilillah. HTI sekarang memanfaatkan medsos dengan menyebarkan opini, sehingga mereka mengajak masyarakat menjadi bagian dari mereka. Perekrutannya itu juga menggunakan syair-syair Islam, sehingga nantinya bisa dijadikan bahan untuk melawan pemerintah yang sah,” jelasnya.
Menurutnya, Nasir Abbas menjelaskan proses HTI menegakkan awalnya daulah-daulah, setelah itu khilafah. Mereka menegakkan jamaah baru dan merekrut SDM yang unggul dalam melakukan dakwah, dengan mengajak mahasiswa, dosen, pegawai kampus dan bahkan sekarang masuk institusi pemerintah, TNI dan Polri. Unsur HTI membuat negara, yaitu ada rakyat mendukung, ada wilayah yang dikuasai dan ada dukungan militer. Karena HTI juga bisa merekrut aparat seperti TNI dan Polri untuk memperkuatnya.
“Hal itu merupakan salah satu strategi mereka. Tanda-tanda orang yang sudah terpengaruh radikalisme ada beberapa ciri. Yaitu, mudah menjatuhkan vonis kafir, menutup celah perbedaan, tidak mau malakan sembelihan orang lain, menikah tanpa wali orangtua dan tidak mau sholat di masjid pemerintah dengan alasan masjid dhirar. Bahkan mereka mau tabayyun dan tawaquf, kalau sudah setuju dengan khilafah. Cara untuk menghindari diri sendiri dari paham radikalisme, harus ada respon kritis dari luar seperti isu negara dan lainnya. Selalu sharing dengan orang lain, agar mendapatkan pemahaman Islam yang sebenar-benarnya,” pungkasnya.