Jakarta – Polri telah menerbitkan aturan mengenai pengangkatan 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Polri. Dari 57 mantan pegawai KPK, tercatat 44 orang telah resmi dilantik menjadi menjadi ASN oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan sisanya menolak.
Adapun pengangkatan 57 mantan pegawai KPK itu tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021. Saat ini, sekira 44 orang mantan pegawai KPK segera bertugas di Korps Bhayangkara, tapi pengangkatan itu masih menyisakan. perdebatan publik.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan, payung hukum yang digembar-gemborkan untuk menyelesaikan masalah Novel Baswedan Cs ternyata amburadul dan berpotensi menjerumuskan Kapolri Jenderal Listyo.
Sebab menurutnya, ketentuan yang dikeluarkan melalui Peraturan Polri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK menjadi ASN di Lingkungan Polri ternyata bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Hal ini terbukti dalam pasal 20 UU Polri disebutkan pada ayat 1 yakni pegawai negeri pada Polri terdiri atas: a. anggota Polri, dan b. pegawai negeri sipil. Pada ayat 2 ditegaskan, terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian,” tutur Sugeng dalam diskusi virtual bertajuk “Penerimaan Eks Pegawai KPK ke ASN Polri, (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021 Cacat Hukum?” Jumat (10/12/2021).
Dengan begitu, kata Sugeng, pengangkatan PNS di lingkungan Polri mau tidak mau harus berdasarkan Undang-undang Aparatur Sipil Negara Nomor 5 Tahun 2014 sebagai payung hukumnya.
“Akibatnya, Perpol 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Polri pada dasar “mengingat” tidak mendasarkan pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sehingga dari sisi formilnya adalah menjadi batal demi hukum,” ucapnya.
Sementara itu, Pakar Hukum asal Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, seharusnya pengangkatan personil di kepolisian dilakukan dalam konteks rekruitmen pegawai secara keseluruhan yang juga memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat.
Menurut dia, jika kepolisian membutuhkan bidang tertentu, maka juga harus memberikan kesempatan kepada semua orang untyk mengikuti tesnya.
“Pengangkatan eks KPK ini seolah terlihat politis, karena hanya didasarkan pada diskresi kapolri. Jadi meskipun kita setuju eks KPK diangkat sebagai ASN melalui Polri, tetapi tetap harus nemperhatikan peraturan perundangan yang ada, sehingga tidak terkesan pilih kasih,” ungkapnya di kesempatan yang sama.
Sejalan dengan itu, Koordinator Perekat Nusantara, Petrus Salestinus mengatakan Perpol tersebut bertentangan dengan UU no 2 tahun 2002 tentang Polri dan bertentangan dengan aturan ASN yang ada.
“Perpol tersebut materi muatannya sangat keliru, secara hukum sudah salah, ini merupakan kepusan politik yang diwujudkan dalam keputusan hukum,” tegas Petrus penuh semangat di diskusi virtual tersebut.
Selain itu lanjut Petrus, pihaknya meminta agar lembaga politik yang ada di DPR untuk segera meminta penjelasan dan membatalkan aturan hukum atau Perpol yang baru ditetapkan.
“Hal ini merupakan tindakan sewenang-wenang Kapolri dan menjadi presenden buruk Kapolri”, katanya.
Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) Ahmad Haron Hariri menyampaikan dengan terbitnya parpol tersebut jelas bertentangan denga undang-undang yang ada dan merupakan dosa besar Polri karena merusak tatanan bernegara.
“Ada potensi kolusi dan nepotisme yang dapat merusak sistem ketatanegaraan karena secara Perpol rusak dan cacat hukum,” katanya.