Beberapa hari yang lalu, kedua putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bernama Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dugaan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Keduanya disebut-sebut berafiliasi dengan seorang anak petinggi perusahaan pelaku pembakaran hutan.
Menanggapi laporan itu, Gibran mengaku tak tahu menahu soal dugaan korupsi yang disangkakan kepadanya dan Kaesang. Kendati demikian, ia mengaku siap diperiksa dan dipanggil KPK soal laporan itu.
“Korupsi apa. Pembakaran hutan. Nanti takon Kaesang wae (tanya Kaesang saja). Iya, silakan dilaporkan saja. Kalau salah, ya kami siap,” kata Gibran, dikutip dari Kompas.com.
Salut dengan respon santai Gibran terkait laporan terhadap dirinya dan Kaesang. Tak perlu ditanggapi serius karena ini hanya laporan dan belum terbukti.
Lalu, siapakah pelapor putra Presiden Jokowi tersebut dan apa “motifnya”?
Ternyata pelapornya adalah Ubedilah Badrun yang merupakan (oknum) dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan juga aktivis ’98.
Menurutnya, laporan itu terkait dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta berkaitan dengan dugaan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).
Tak hanya melaporkan Gibran dan Kaesang, Ubedilah bahkan meminta KPK untuk memanggil Presiden Jokowi guna menjelaskan keterkaitan dua anaknya dalam dugaan tersebut.
Hmmm, setelah melaporkan kedua anak Presiden, lalu meminta Presiden Jokowi juga “diperiksa”?
Apakah dia punya “dendam pribadi” kepada Presiden Jokowi dan Ahok?
Siapakah sebenarnya Ubedilah Badrun ini?
Mari kita bahas lebih dalam jejak digitalnya…
Ada yang mengatakan dia adalah “simpatisan” PKS yang merupakan partai oposisi sejak Jokowi menjabat sebagai Presiden tahun 2014 silam.
Memang benar!
Pada tahun 2014, Ubedilah ini pernah menulis bahwa PKS adalah aset bangsa di situs dimana dia adalah Pembinanya. Wkkwkwkwk
Bagi yang tidak percaya, silahkan klik di situs ini sebelum dihapus https://www.penaaksi.com/2014/03/memahami-pks-sebagai-aset-bangsa-dan.html
Pada bulan Januari tahun 2019, Dewan DPW PKS DKI Jakarta mengirimkan surat berisi tiga nama kandidat wagub yang diajukan PKS, yakni Ahmad Syaikhu, Agung Yulianto, dan Abdurrahman Suhaimi kepada Gerindra DKI Jakarta serta mengajukan dua orang sebagai tim fit and proper test yang akan menguji kandidat wakil gubernur DKI Jakarta tersebut.
Dua orang itu yakni Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo dan Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakartra (UNJ) Ubedilah Badrun.
“Tim fit and proper test yang PKS ajukan dari kalangan profesional, Prof Eko Prasojo dan Ubedilah Badrun,” ujar Ketua DPW PKS DKI Jakarta Syakir Purnomo.
Pada bulan Juli 2019, Ubedilah Badrun ini secara lantang “membela” PKS dengan mengatakan bahwa GARBI yang merupakan pecahan dari PKS terbukti tidak mampu menggembosi barisan pemilih PKS.
Pada tahun 2020 lalu, Ubaidilah Badrun memuji PKS karena satu-satunya partai yang menolak Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dalam Penanganan Covid-19.
Dari beberapa infomasi di atas, sudah kelihatan “benang merah” dirinya dengan PKS partai oposisi sejak tahun 2014 silam.
Apa mungkin orang yang tidak ada hubungan dengan PKS mau memuji PKS dan diajukan oleh PKS sebagai sebagai tim fit and proper test untuk orang PKS itu sendiri?
Dari jutaan rakyat Indonesia kenapa Ubedilah Badrun yang dipilih oleh PKS, ayo mikir…..
Secara pribadi, penulis juga pernah membahas tentang Ubedilah ini dalam beberapa tulisan.
Dia termasuk orang yang “getol” minta lockdown di Jakarta saat kasus Corona mulai mewabah.
Dia mengatakan Anies Baswedan sempat mau melakukan lockdown tetapi tidak disetujui oleh pemerintah pusat.
“Gubernur DKI Jakarta sempat mau lockdown Jakarta tetapi diingatkan Mendagri bahwa lockdown itu wewenang pusat, wewenang Presiden,” kata Ubedilah.
Ubedilah melanjutkan, alasan Presiden Jokowi tidak setuju dilakukan lockdown wilayah dikarenakan takut karena ekonomi sedang memburuk. “Alasan ini keliru, justru dengan tidak lockdown akibatnya tidak ada kepastian ekonomi. Kondisi ekonomi makin kacau,” tegas Ubedilah.
Bahkan Ubedilah mengaku telah melakukan perhitungan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan lockdown Jakarta serta sumber uang tersebut. Menurut Ubedilah, biaya yang dibutuhkan untuk lockdown Jakarta ialah senilai Rp 12,4 triliun.
Pada tanggal 27 Maret 2020, muncul berita Ubedilah Badrun mengatakan Jakarta butuh Rp 12,4 triliun untuk lockdown dan ternyata pada tanggal 31 Maret 2020, kita akhirnya tahu bahwa kas Pemda Jakarta menipis.
Apakah ini sebuah kebetulan jika Ubedilah Badrun koar-koar Jakarta butuh Rp 12,4 trilun untuk menutupi kas Pemda Jakarta di bawah pimpinan Anies Baswedan yang sudah menipis?
Apakah ini artinya Ubedilah “berjuang” demi kepentingan politik Anies Baswedan?
Kita juga akhirnya sadar bahwa semua ocehan Ubdeilah terbukti omong kosong! Presiden Jokowi yang tidak mau melakukan lockdown di Jakarta (Indonesia), terbukti sebagai salah satu negara yang dipuji oleh pihak asing karena berhasil mengatasi wabah Corona!
Bahkan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kondisi perekonomian Indonesia masih tergolong lebih baik dibandingkan negara lain di tengah adanya pandemi COVID-19
International Monetary Fund atau I-M-F dan World Bank memperkirakan Indonesia masih bisa tumbuh positif di tengah Pandemi Virus Corona atau Covid-19. Indonesia menjadi satu dari tiga negara yang mampu bertahan dari wabah virus Corona.
Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi bisa melawan wabah Corona sekaligus meningkatkan pemulihan ekonomi nasional.
Entah bagaimana hancurnya ekonomi Indonesia jika mengikuti saran Ubedilah Badrun yang mengatakan Jakarta butuh Rp 12,4 triliun untuk lockdown di Jakarta saat itu.
Entah apa yang terjadi jika Presiden Jokowi mengikuti ocehan Ubedilah Badrun yang meminta Jakarta lockdown, apakah mereka buta dengan kerusuhan yang terjadi di banyak negara karena lockdown?
Atau Ubedilah sengaja berdalih demi kepentingan kemanusiaan lalu meminta lockdown sehingga Indonesia menjadi rusuh dan ekonomi, ujungnya salah Jokowi lagi dan lagi?
Sebenarnya, Ubedilah Badrun ini sudah lama “anti” terhadap Presiden Jokowi.
Pada tahun 2016, dia mengatakan bahwa Presiden Jokowi adalah produk politik simulacra yaitu sebuah episode industri politik yang mampu menghadirkan pemimpin melalui proses pencitraan yang masif dan sistemik. Dia juga anti terhadap Ahok!
Ubedilah adalah orang yang mengatakan bahwa elektabilitas Ahok akan turun jika diproses hukum dalam kasus penistaan agama.
Sekarang rakyat sudah paham bukan kenapa muncul demo berjilid-jilid dengan dalih bela agama tapi tujuan utamanya agar nama Ahok rusak!
Dan mirisnya, tanpa malu, atau tidak tahu malu, Ubedilah yang mengatakan Presiden Jokowi adalah produk politik pencitraan tetapi dia malah meminta Presiden Jokowi untuk “tidak mengangkat” Ahok sebagai “Gubernur” Ibu Kota Negara yang baru di Kalimantan. Sumber
Lalu, apa “motif” Ubedilah Badrun melaporkan putra Presiden Jokowi kepada KPK?
Apakah dia sengaja untuk membuat jejak digital bahwa putra Jokowi pernah dilaporkan ke KPK sehingga bisa dipakai oleh lawan politik untuk “membunuh” karakter putra Jokowi di masyarakat?
Ketua Umum DPP Forum Relawan Demokrasi (FOREDER) Aidil Fitri secara tegas mengatakan laporan tersebut sangat tendensius serta tidak berdasar hanya menghubung-hubungkan tanpa bukti-bukti yang kuat.
“Bagi saya ini jelas motifnya politik karena Ubedilah adalah simpatisan PKS dan PKS selama ini selalu berseberangan dengan Jokowi,” kata Aidil.
Penulis setuju dengan saran dari mantan Wali Kota Solo bernama FX Hadi Rudyatmo yang meminta Gibran Rakabuming Raka tetap bersikap tenang menanggapi pelaporan di KPK. Dia meminta Gibran tidak buru-buru melaporkan balik dosen UNJ Ubedillah Badrun tapi menunggu setelah ada bukti Gibran tidak bersalah.
“Bisa menuntut pencemaran nama baik. Namun tetap menunggu rilis dari KPK. Jangan bergerak sebelum KPK menyampaikan hasil verifikasi. Harus tenang,” kata Rudy. [https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5893695/fx-rudy-beri-pesan-begini-ke-gibran-yang-dilaporkan-ke-kpk]
Setelah melihat jejak digital Ubedilah yang memuji PKS sejak 2014 dan nyinyir terhadap Presiden Jokowi dan Ahok selama ini, dan sekarang melaporkan putra Jokowi, apakah ini artinya dia punya “dendam” pribadi terhadap keluarga Presiden Jokowi?
Ada yang pernah melihat Ubedilah melaporkan kelebihan bayar Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan selama ini.
Jadi makin jelas bukan bahwa ini tujuannya politik!
Wassalam,
Nafys Seword