Jakarta – Ketua Presidium Komite Aksi Mahasiswa Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) Haris Pertama mendukung langkah Ketua Komisi XI Periode 2003-2004 Emir Moeis mengajukan uji materiil Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 162 ayat 1 dan ayat 2.
Pasalnya, penggunaan norma pasal 162 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP tersebut bertentangan dengan penerapan norma pasal 165 ayat 4 dan norma pasal 185 ayat 2 dan ayat 3.
“Demi memperoleh hak konstitusionalnya dan mengungkap kebenaran kami memohon kepada majelis hakim MK untuk mengabulkan uji materiil tersebut, agar kedepan tidak terulang kembali,” terang Haris, hari ini.
Menurut dia, Indonesia adalah negara hukum telah dibuktikan dengan keberadaan aturan hukum, penegakan hukum, dan aparat penegak hukum. Namun, kata dia, hal itu masih belum dirasakan semua orang kepastian hukum apalagi keadilan hukum.
“Jika gugatan ini dikabulkan oleh MK, maka kedepan tidak ada lagi kata saksi tidak bisa dihadirkan didalam persidangan. Bisa gunakan teknologi yakni teleconference,” tutur dia.
Menurutnya, dengan perkembangan zaman didukung kemajuan teknologi informasi (TI) yang semakin pesat berupa teleconference maka keterangan saksi dapat didengarkan dalam sidang dari mana saja. Langkah ini untuk mengatasi keterbatasan saksi sedang sakit atau tidak ingin diketahui lokasi keberadaannya.
Masih kata dia, ketentuan ini menambah keyakinan pemohon meminta uji materiil dilakukan MK.
“Eranya sekarang sudah serba digital, sekali lagi kami berharap majelis hakim MK bisa mempertimbangkan penggunaan teleconference tersebut. Demi memberikan rasa keadilan dan kebenaran majelis hakim bisa mengabulkan uji materiil KUHAP tersebut,” tandasnya.
Untuk diketahui, pada 2004, Emir Moeis divonis bersalah dalam menerima suap dalam kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung. Majelis hakim pada 2014 lalu memberikan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara.
Meski kini telah bebas, ia menilai masih ada yang mengganjal dalam persidangan dirinya.
“Dalam kasus saya ini, satu-satunya saksi yang memberatkan dan saksi mahkota itu WNA tidak hadir dalam persidangan saya. (Yang digugat) KUHAP-nya Pasal 162,” kata Emir di gedung MK, Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Dalam persidangan kasusnya, Emir berkali-kali meminta jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim untuk menghadirkan Presiden Direktur Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sharafih yang berkewarganegaraan asing. Namun, Pirooz tidak pernah didatangkan.