Jakarta – Reklamasi teluk Utara Jakarta hingga kini masih menjadi perdebatan antara pro dan kontra bahkan terus menjadi perhatian publik.
Namun, bagi Dosen ITS Surabaya Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi bahwa reklamasi bukanlah suatu momok yang sangat menakutkan. Jadi masyarakat pun dihimbau untuk tidak alergi mendengar kata-kata reklamasi.
“Sebagai masyarakat jangan begitu ada kata-kata reklamasi langsung alergi dan alasannya klasik jika ada reklamasi terjadi banjir,” ungkap Prof Herman.
Hal itu mengemuka saat diskusi publik bertema “Memahami Reklamasi sebagai Solusi” yang diinisiasi HMI cabang Jakarta Pusat-Utara tahun periode 2017-2018 di Bumbu Desa, Jakarta, Kamis (7/12).
Lebih lanjut, Herman menyayangkan jika ada analogi yang tidak benar dengan menyamakan proyek reklamasi dengan bak mandi. Analoginya adalah ada bak mandi diisi air penuh dan air pun tumbah, hal ini dianggap disamakan dengan dampak reklamasi sehingga terjadi banjir.
“Ini analogi tidak mendasar bisa dikatakan bodoh,” tuturnya.
Herman pun tersenyum jika ditanya apakah reklamasi teluk utara Jakarta itu lanjut atau tidak. Reklamasi teluk Jakarta itu harus dilihat dari berbagai aspek bukan hanya aspek teknis melainkan juga ekonomi, politis, budaya, securitis, dll.
“Ini harus dilihat multiaspek, untuk lanjut atau tidak harus dilihat dari berbagai aspek. Jadi reklamasi itu biasa bukan menjadi sesuatu yang menakutkan,” ucap Herman.
Ditempat yang sama Sekjen APMI Ahlan Zulfakhri meminta semua pihak untuk tidak terjebak pada reklamasi lanjut atau tidak. Latar belakang dan historisnya harus dilihat karena secara teknis tidak mungkin reklamasi hanya dilakukan jangka waktu yang beberapa bulan saja.
Ahlan pun mengapresiasi pandangan HMI yang berani mengambil tema reklamasi menjadi solusi. Kata dia, perlu kedepan memberikan wacana lebih konstruktif membicarakan reklamasi ini agar tidak terjebak para kepentingan politis melainkan kepentingan publik.
“Isu-isu tenaga kerja Cina puluhan ribu adalah tidak logis dibalik proyek reklamasi teluk utara Jakarta. Buktinya Imigrasi tidak ada data dan hanya isu saja. Jangan terjebak dengan politik praktis tapi memikirkan bagaimana kepentingan bangsa bisa berdiri memutuskan bagaimana reklamasi bisa berkembang,” pungkasnya.