Oleh : Zainuddin Assyarifie
Ketua Lembaga Ta’lif Wan Nasyr Jabar
Pengurus di Yayasan Kedai Ide Pancasila
Praktisi Media sosial
Hebohnya fenomena CFWD membuat semua tercengang, kegiatan pamer cara berpakaian tersebut tidak hanya menggerakkan kalangan atas dari mulai artis Ibu kota hingga Bapak Gubernur Jabar pun turut andil dalam event CFW. Citayam Fashion Week sedang digandrungi remaja bahkan orang dewasa, mereka bergerombol di kawasan SCBD Dukuh Atas Jakarta Pusat.
Namun siapa sangka, hal unik mengherankan muncul diajang tersebut. Beberapa remaja putra – putri tampil bagaikan model dan mereka memperagakan dirinya berjalan di zebra cross yang sesungguhnya bukan untuk ajang tersebut, beruntung polisi segera menghentikan kegiatan tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan dari fenomena tersebut adalah munculnya beberapa remaja pria yang berpakaian wanita dan berdandan ala perempuan, padahal sesungguhnya hal itu jauh dari norma dan keadaban bangsa Indonesia, atau bahasa agamanya menyalahi kodrat.
Mereka tampil dimuka umum dengan gaya dan lenggokan bak model wanita padahal ia adalah seorang pria.
Fenomena menyedihkan terjadi diajang tersebut, lunturnya moral dan lenyapnya etika telah merasuki generasi millennial calon penerus bangsa, lebih aneh lagi ketika penonton menganggap hal itu adalah perilaku wajar, tidak semuanya memang tapi fenomena itu nyata di ada dan terjadi dalam ajang CFWD.
Salah satu Ulama terkenal KH Yusuf Chudlori atau lebih dikenal dengan Gus Yusuf memandang fenomena ini sebagai bentuk perlawanan dari masyarakat terpinggirkan, mereka mampu mendobrak sebuah peragaan busana yang biasanya dilakukan di catwalk oleh kalangan tertentu.
“Laki-laki kemayu sekarang banyak sekali, hal itu menyalahi kodrat dan anehnya dianggap lumrah. padahal agama melarang laki-laki menyerupai perempuan baik dari sisi pakaian, gaya bicara, lenggak-lenggok, dan cara berjalan itu dilarang keras atau haram. Begitu pula perempuan menyerupai laki-laki itu menyalahi kodrat Allah swt,” jelasnya.
Gus Yusuf berharap dalam kebebasan berekspresi, anak muda tetap menghormati nilai-nilai agama dan budaya bangsa dikutip dari www.nu.or.id
Dari dunia maya ke dunia nyata
Para remaja yang sedang mencari jati diri, mayoritas hanya korban dari peradaban yang sedang terjadi, sebut saja sebuah platform yang sedang booming yakni Tiktok, catatan Global status pengguna tiktok dunia naik pesat dari 623.174.128 tahun 2020 naik menjadi 1.000.000.000 tahun 2022. Di Indonesia pengguna media sosial yang berasal dari negeri Tirai bambu ( China ) tersebut penggunanya juga naik pesat dari tahun sebelumnya dari 38,7% menjadi 63,1% Sumber: Hootsuite.
Tidak semata-mata seseorang berani tampil dimuka publik tanpa ada sebab, mereka berani menampilkan sesuatu artinya mereka memiliki referensi atau bekal yang cukup untuk melakukannya, perlu digarisbawahi bahwa mayoritas dari peserta CFW adalah pengguna media sosial aktif mereka terbiasa berinteraksi diruang maya setidaknya 3 jam 17 menit hasil survey Sumber: Hootsuite (We are Social).
Setidaknya terlihat bahwa akumulasi pergaulan di medsos sudah muncul didunia nyata, yakni anggapan bahwa laki-laki dengan busana wanita dianggap hal yang wajar, demikian dengan maskulinnya wanita diajang tersebut seolah bukan masalah bagi para remaja yang hadir di Dukuh Atas, dugaan sementara adalah kaum LGBT seolah mendapat ruang untuk mengekpresikan jati dirinya.
Masalah pewajaran prilaku remaja laki-laki kemayu/genit dan perempuan maskulin tersebut harus menjadi sorotan khusus bagi semua kalangan terutama pemerintah dan para pendidik, regulasi mengenai penggunaan media sosial meskipun sudah mulai ditata oleh KOMINFO dengan PSE ( Penyelenggara System Elektronik) namun usaha-usaha peningkatan mutu Literasi Digital juga harus di massifkan sehingga para penggunanya mampu menyikapi disrupsi digital dengan baik dan bijak.
Pewajaran perilaku menyimpang ini tentu tidak bisa dibiarkan karena lambat laun akan menjadi bola salju yang jika terlambat mengantisipasi maka dampaknya akan menjadi penyakit di masyarakat, entitas mereka wajib diawasi dibina dan diarahkan secara kontinyu. Sebab pada waktunya nanti mereka akan menjadi penyumbang bonus demografi terbanyak, jika upaya-upaya produktifitas remaja tidak dilakukan sejak sekarang maka tunggu 5 sd 10 tahun lagi kita akan melihat kegagalan 1 generasi untuk mencapai kemajuan, naudzubillah min dzalik.