Oleh : Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP
Bangsa Indonesia saat ini hidup di dalam tantangan yang tidak mudah. Era digitalisasi yang menandakan tiada batas negara dan geografi, serta permasalahan geopolitik dunia, seperti resesi yang terjadi akibat konflik Rusia-Ukraina dan Cina-Taiwan, adanya krisis pangan dan energi, juga pandemic COVID-19 yang masih berlangsung di berbagai belahan dunia, sedang mewarnai dunia, termasuk Indonesia.
Di dalam negeri sendiri, bangsa Indonesia menghadapi tantangan, yang adalah politik identitas. Politik ini adalah mengutamakan latar belakang, suku, budaya, dan agama dari suatu tokoh, daripada kemampuan dan kompetensinya. Hal ini harus dihilangkan; politik identitas harus hilang digantikan dengan politik gagasan. Polititk gagasan akan melahirkan ide, dialetika, dimana para elit politik mencoba untuk mewujudkan bagaimana Indonesia yang merdeka dan berdikari.
Pada bulan Agustus ini, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2022 mendatang, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan merayakan kemerdekaannya yang ke-77. Mengangkat tema “Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih Kuat”, berdasarkan Surat Edaran Menteri Sekretaris Negara Nomor B-620/M/S/TU/00/04/07/2022 yang dikeluarkan pada tanggal 12 Juli 2022 lalu. Tema ini diusung dengan maksud menggambarkan semua elemen Bangsa Indonesia bergerak bersama dan bergotong royong untuk mewujudkan harapan di tengah keterpurukan..
Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno, memahami kemerdekaan sebagai suatu keadaan jiwa yang hidup, bersifat dinamis dan berdiri di atas kaki sendiri. Oleh karena itu, gagasan Trisakti diformulasikan olehnya, dengan tiga rumusan, yaitu (1) berdaulat dalam politik; (2) berdikari dalam ekonomi; dan (3) berkepribadian dalam kebudayaan. Inti dari gagasan Trisakti adalah kemerdekaan.
Lama sudah bangsa Indonesia merdeka, tetapi pemahaman akan berdikari, yang memiliki arti berdiri atas kaki sendiri, masih belum dipahami betul. Sampai saat ini kita tidak menyadari bahwa kebergantungan tersebut membuat bangsa kita tidak juga mampu mensejahterakan rakyatnya.
Sesungguhnya, bangsa Indonesia memiliki modal yang melimpah, baik dalam hal modal ekonomi, sumber daya alam dan manusia, serta kebudayaan dan nilai-nilai sosial. Bangsa Indonesia memiliki budaya kuat untuk menggerakkan kesadaran bersama, untuk hidup bersama bergotong royong serta saling melengkapi. Keberagaman suku, budaya, agama, dan latar belakang yang dimiliki, adalah modal yang kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Modal Indonesia adalah Pancasila. Momen perayaan ini, bersamaan dengan tema HUT ke-77 RI, mengindikasikan sebuah maksud mengembalikan Pancasila sebagai roh bangsa dan negara Indonesia. Pancasila harus menjadi roh dan arah dari pengambilan kebijakan bagi negara dan bangsa Indonesia. Pancasila dapat menciptakan spirit Indonesia yang tangguh dan berdikari, di tengah pemulihan krisis karena adanya pandemic COVID-10 dan resesi ekonomi global yang menghancurkan banyak negara di dunia.
Pancasila harus dikembalikan menjadi ideologi: menjadi living ideology dan working ideology. Living artinya Pancasila dihidupi oleh masyarakat yang bersumber dari budaya dan kearifan lokal, dan working artinya Pancasila menjadi arah kebijakan dan pusat pikiran kerja masyarakat, pemerintah, elit politik, dan partai politik di Indonesia.
Marilah kita kembalikan Pancasila sebagai ideologi Indonesia. Mari kita koyakkan hati kita agar meninggalkan mentalitas ketergantungan, serakah, korup dan mau mencari muka. Jadilah manusia merdeka, memiliki kedaulatan, dan rela berkorban demi kepentingan umum.
Mari bersama-sama bergerak, menuju Indonesia yang tangguh dan sejahtera, dengan Pancasila sebagai arah dan sumber kebijakan. Selamat merayakan HUT Ke-77 Indonesia.