Jakarta – Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, pengacara kondang Indonesia yang berpengalaman menangani berbagai kasus di Indonesia yang menyedot perhatian banyak orang, tiba-tiba melayangkan surat kepada
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Dalam surat tersebut OC Kaligis menyinggung soal Formula E dan Bambang Widjojanto bermain dua kaki sebagai Tim Gabungan untuk percepatan pembanguan (TGUPP) dan Advokat.
Berikut isi suratnya:
Jakarta, Senin, 24 Oktober 2022.
Hal: Masukan untuk Pj Gubernur DKI Jakarta Bapak Heru Budi Hartono
Bapak Pj Gubernur yang saya hormati.
Dengan hormat,
Perkenankanlah saya Prof. Otto Cornelis Kaligis, beralamat di Jalan Majapahit 18-20 Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak baik sebagai warga DKI maupun sebagai pemerhati hukum, menjelang Bapak menjalankan tugas sebagai gubernur, memberi masukan untuk hal berikut ini:
1. Sebelum Anies Baswedan lengser, dia mengharapkan agar Bapak meneruskan kebijakan kebijakan yang selama ini Anies Baswedan lakukan.
2. Himbauan yang seharusnya menjadi pertimbangan Bapak untuk tidak diikuti.
3. Pertama mengenai Formula E. Kapasitas Anies selaku pihak dalam perjanjian Formula E, hanya sebatas sampai tanggal 16 Oktober 2022.
4. Perjanjian pokok Formula E sama sekali tidak mengikat Bapak, karena Bapak bukan pihak dalam perjanjian tersebut.
5. Buktinya jangka waktu pembayaran cicilan/installment yang ditandatangani Anies Baswedan, ternyata masih berlaku sesudah tanggal 16 Oktober 2022.
6. Pembayaran sesudah lewat waktu cicilan tersebut, jelas menguntungkan pihak Formula E, dan penyelidikan yang dilakukan KPK sudah dapat ditingkatkan ke tingkat Penyidikan.
7. Anies Baswedan telah memperkaya orang lain.
8. Pembayaran uang cicilan ke Formula E dengan memakai uang negara, menyebabkan bila Bapak yang bukan pihak dalam perjanjian, meneruskan kewajiban cicil sesuai perjanjian tersebut, menimbulkan fakta hukum, bahwa Bapak bisa dijerat dengan pasal 55 KUHP, pasal penyertaan dalam dugaan turut membantu tindak pidana korupsi.
9. Alasannya karena Bapak turut menyetujui kasus Formula E yang lagi dalam taraf penyelidikan oleh KPK.
10. Yang pasti perjanjian Formula E adalah perjanjian business to business yang tidak jelas keuntungannya setelah lima tahun. Apalagi perjanjian tersebut dibawah naungan Kementerian Dalam Negeri, hal mana sama sekali diabaikan oleh Anies Baswedan.
11. Perlu saya tambahkan, bila perjanjian Formula E dibicarakan terlebih dahulu dengan DPRD selaku mitra gubernur, pasti usulan atau ide penyelenggaraan Formula E yang menelan biaya triliunan rupiah akan ditolak DPRD, karena janji kampanye Gubernur Anies Baswedan, adalah rumah DP. 0 persen untuk kepentingan rakyat DKI.
12. Perjanjian pokok Formula E sama sekali tidak menempuh studi kelayakan (feasibility study), uji tuntas (due diligence), legal audit, sehingga perjanjian formula E secara sepihak sangat menguntungkan pihak Formula E.
13. Perlu juga dipertanyakan keterlibatan JakPro sebagai BUMD.
14. Mengenai Tim Gabungan untuk percepatan pembanguan (TGUPP). Untuk itu Anies Baswedan memilih ketuanya saudara Bambang Widjojanto yang diberhentikan tidak dengan hormat oleh KPK karena terlibat perkara pidana yang berkasnya telah di P-21 oleh kejaksaan.
15. Lebih dari itu saudara Bambang Widjojanto berada di dua kaki. Satu kaki mendapat nafkah di DKI, lainnya sebagai advokat.
16. Semua kasus hukum di tubuh DKI dengan mudahnya ditangani saudara Bambang Widjojanto selaku advokat.
17. Dengan fakta adanya jabatan rangkap, hendaknya Bapak Gubernur pertimbangkan untuk menghentikan Bambang Widjoyanto, yang masih berstatus tersangka, selaku Ketua TGUPP.
18. Mengenai pinjaman uang Anies Baswedan ke bank dalam rangka mengatasi kewajiban Anies Baswedan, terhadap Formula E. Semoga Bapak tidak menjadi penjamin terhadap hutang hutang Anies Baswedan. Bila Anies Baswedan gagal bayar, biar Anies Baswedan sendiri yang menanggung pembayaran kembali hutang Anies terhadap bank.
19. Bukti bahwa Anies Baswedan bekerja tidak professional adalah ketika harus merobah lokasi penyelanggaraan Formula E dari Monas ke Ancol, dan masih banyak kasus kasus Anies dalam menyelenggarakan Pemerintah DKI yang harus dipertanyakan.
Demikianlah sekadar masukan saya dalam kapasitas saya selaku pemerhati dalam bidang pelaksanaan hukum.
Semoga bermanfaat.
Salam hormat.