Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah kembali ke level historisnya ke era pra-pandemi yakni sekitar 5%. Namun, pertumbuhan yang positif ini tidak mampu menciptakan banyak tenaga kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kian marak terjadi di tengah perbaikan ekonomi.
DI Indonesia semua provinsi sedang menentukan UMP (Upah Minimum Provinsi), tiap-tiap kota juga menentukan UM Kabupaten atau kotanya, dan juga orang melihat dari kemarin-kemarin ekonomi memang lagi berat, namun sekarang kita berada di ancaman resesi.
Kalau sebelumnya buruh banyak mendapatkan dukungan, sekarang sudah mulai muncul suara-suara “Buruh sabar dulu dong, jangan naik, dan segala macemnya.”
Hari ini memang bagi serikat-serikat buruh adalah satu momentum dalam rangka penetapan upah minimum, baik upah minimum Kota, Provinsi di seluruh Indonesia. Kita tau bahwa semenjak di undang-undangkannya UU No. 13 tahun 2003 ditindak lanjuti dengan berbagai peraturan turunannya, termasuk dalamnya PP No 78 yang sekarang memerintahkan bahwa 1 tahun sekali ada semacam kewajiban pemerintah untuk melakukan tinjauan tentang penetapan Upah Minimum Kabupaten, Kota.
”Ada kebijakan baru pasca diundang-undangkannya Cipta Kerja, norma-norma yang mengatur tentang penetapan upah minimum jauh gradasi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, atas dasar itu maka paruh waktu tahun 2020-2022, sebagian kabupaten kota tidak memberikan kenaikan upah, atas dasar itu memang tahun ini adalah suatu tahun harapan, dengan harapan mudah-mudahan dengan PERMEN (Peraturan Menteri) ini ada satu solusi dalam rangka mewujudkan cita-cita Bersama untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.” Kata R Abdullah (Ketua Umum FSP KEP SPSI) Pada acara Titik Temu RKN MEDIA, di Ayoja Coffe, Cilandak Barat (26/11/2022).
Sudah ada beberapa provinsi yang UMP-nya di ketok. Aturan sebelumnya mengacu pasca diundang-undangnya Cipta Kerja, peraturan turunannya adalah PP No 36, di dalam PP No 36 itu ada parameter upah tertinggi dan upah terendah, ada batas upah tertinggi dan batas upah terendah. Adanya batas-batas semacam ini dengan berbagai norma, aturan pelaksanaannya sangat gradasi dibandingkan PP No 78.
Dalam PP No. 78 tahun 2015 waktu itu parameternya pengupahannya berdasarkan kombinasi antara Inflasi dan PDB, akan tetapi memang ada beberapa kabupaten kota yang memberikan kenaikan diluar itu, atas dasar kepentingan-kepentingan tertentu, maka dari itu UU Cita kerja yang tadinya PP No 76 di revisi menjadi PP No 36.
“Jika dilihat dalam trend usaha maupun konteks dalam incomenya para pengusaha/perusahaan, sebenarnya mereka berada di ujung tanduk. Saya coba melihat helicopter view nya dulu, intinya sebelum pandemi mereka banyak yang masih menikmati hasil usaha yang bagus tergantung sektornya, tapi kemudian ketika pandemi ada yang survive karna mereka untung banyak di tahun-tahun sebelumnya. Jadi 2 tahun pandemi memang agak susah mendapatkan project-project baru, kira-kira cashflow nya itu rata-rata mulai mengetat di ujung-ujung tahun 2022, dan di 2023 mereka harus ambil posisi.” kata pengusaha DR. Poempida Hidayatulah di acara Titik Temu RKN MEDIA, di Ayoja Coffe, Cilandak Barat (26/11/2022).
Ia menyinggung bahwa kemarin kita di nina bobokan dengan bantuan sosial tunai, namun itu semua tidak mengangkat. Banyak yang tidak tepat sasaran, bahkan ada ketidakadilan juga karena sebagian dari orang-orang yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan tidak semua datanya bagus.
“Undang-Undang CiptaKer ini sebenarnya untuk siapa sih?” kata DR. Poempida Hidayatulah.
Pengusaha seharusnya paham ketika dia menghitung cost tahun ini dia sekian, tahun depan pasti akan ada variabel yang naik, karna itu masuk akal perusahaann akan berubah. Banyak perusahaan yang bayar pahak gila-gilaan tapi kenaikan upahnya pelan-pelan.
Undang-undang Dasar 1945 menyediakan pekerjaan yang layak, salah satunya BUMN di dalam konteks pemerintahannya, kalau BUMN-nya dikejar dengan untung saja, lalu bagaimana keberpihakkan kita di dalamnya?
Untuk yang swasta banyak sekali tambahan nilai, mereka tidak hanya dapat keuntungan dari provit penjualan saja, mereka lepas saham di bursa mereka dapat cuan dari situ juga. Tapi kok yang berkeringat tidak mendapatkan juga? Harusnya menjadi keluarga, Indonesia kurang banyak menciptakan perusahaan yang Nasionalis, mereka harusnya membuat planning yang strategis.
“Ini seperti kucing-kucingan, ngomong produktivitas tapi yang dibahas UMP, jadi kita berputar di hal yang sama, logikanya kalau kita mau bicara produktivitas, semuanya gak mungkin sama, ada yang lebih rajin, ada yang lebih kreatif, tentu harus ada reward tersendiri, gak bisa dipukul sama rata. Kalau dipukul sama rata jadinya PGPS (Pinter Goblok Pendapatan Sama) jadi tidak dihargai, bahkan sering terjadi yang naik jabatan itu malah yang tukang jilat, tidak rajin, dan yang kerjanya tidak bagus.” imbuh DR. Poempida Hidayatulah.
“Perusahaan tidak akan bangkrut hanya karna kenaikan upah. Upah besar gak masalah, yang masalah itu upah kebesaran, artinya upah yang tidak seimbang dengan aktivitas.” sambung R Abdullah.
Jadi kalau kita lihat komponen, ada beberapa faktor yaitu tenaga kerja, bahan baku, sehingga kebijakan untuk ketenagakerjaan ini tidak cukup diambil dari satu dua sektor. Kita pasti mau berdaya saing, berarti harus ada daya dukung.
“Kalau gak ada gaya dukung, bagaimana mau mencapai daya saing?” cetus Ahmad Heri Firdaus, Pengamat Ekonomi INDEF.
Kita ada satu persoalan yang cukup dalam, kalau kita tarik lagi mau dibawa kemana sih negara ini? Kita mau dijadikan negara industri kah, adikuasa kah, kita semua mampu namun harus dibangun, inikan kita di preteli secara tidak sadar, bentuk tatanan negara kita ini semakin abstrak.
”Ekonomi Indonesia 50% ditopang dari pembelian, jadi selain ada kenaikan upah, pemerintah juga harus menjaga kestabilitas harga-harga kebutuhkan pokok, kalau upah naik disetiap daerah harus dijaga kestabilitas kebutuhan pokoknya. Karna 80% upah digunakan untuk membeli kebutuhan pokok. Kuncinya ekonomi kita tumbuh itu karna adanya jual beli, Pemerintah Indoensia bisa mengambil peluang yang besar di Indonesia.” sambung Ahmad Heri Firdaus.
“Dengan kenaikan UMP di Kabupaten Kota kami berharap banyak, janagn dijadikan isu tanda-tanda PHK Massal, mudah-mudahan PHK tidak terjadi karna itu merupakan awal dari penderitaan bagi masyarakat pekerja, atas dasar itu bisa mencari opsi-opsi lain, demi kemaslatan dan kebaikan bersama.” lanjut R Abdullah.
“Saya mendambakan terciptanya pengusaha2 yang nasionalis dimasa yang akan datang terlepas dr apa yang terjadi, baku hantam yang terjadi di monas, mari kita Bersatu Kembali, mari kita memikirkan negara ini, bangun negara ini, karna negara ini luar biasa potensinya. ” pungkas DR. Poempida Hidayatulah.
Kesimpulan diskusi Titik Temu RKN media kali ini menjelaskan bahwa semua yang terjadi tetap ada beberapa titik terang, semua bisa bertemu untuk membicarakan bagaimana biar buruh bisa tetap tumbuh baik dan ekonomi kita bisa terus tumbuh.