Jakarta – Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) menilai polemik La Nyalla, Prabowo Subianto, Gerindra dan alumni 212 semakin membongkar kedok permainan politik yang dimainkan selama ini.
“Dibalik polemik itu, lambat laun, Allah SWT membuka nya. Ya jadinya begitu mereka jadi berantem sendiri, saling lapor melapor, saling bongkar aib. Jadi tertawa aj kalau begini,” ungkap Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa, hari ini.
Menurut dia, gerakan yang dibangun dengan memakai 212 didukung wacana koalisi permanen Gerindra, PAN dan PKS tumbang ditengah jalan. Kata dia, modifikasi isu yang diproduksi di Pilkada serentak menjadi berantakan.
“Rencana busuk untuk mendesain pemenangan Pilkada serentak maupun Pemilu 2019 malah kacau balau. Dari awal kami ingatkan agar bermain politik yang jantan, stop produksi isu agama sebagai alat propaganda ke masyarakat,” beber Willy.
Lebih lanjut, Willy memandang isu agama yang dijadikan sebagai komoditas politik malah jadi antiklimaks dan blunder.
“Karena masyarakat 1, 2 kali itu mungkin bisa dibohongi dan dipengaruhi. Nanti, kondisinya tidak statis, lama-lama masyarakat akan berpikir, mengevaluasi, benar atau tidak isu yang diusung itu murni memperjuangkan umat Islam atau jangan-jangan untuk kepentingan politik merebut kekuasaan jangka pendek,” jelasnya.
Masih kata Willy, ketika masyarakat sudah dekat dengan kesadarannya, maka isu agama itu menjadi boomerang. Masyarakat justru tidak percaya dan seketika itu partai kehilangan kepercayaan.
“Kami yakin jika isu ini terus dimainkan malah jadi blunder dan akan kehilangan segmen pemilih yang rasional dan moderat,” tuturnya.
Willy menyarankan agar membangun pendidikan politik rakyat untuk memberikan kesadaran masyarakat tentang budaya toleransi, bhinneka tunggal ika dan dibangun juga kesadaran tentang etika berpolitik. Sebab, kata dia, pemahaman seperti itu penting disampaikan ke masyarakat agar tidak lagi menggunakan isu agama.
“Ini perlu disampaikan secara masif agar masyarakat tidak mudah percaya dengan propaganda isu tersebut. Penting sekali edukasi kepada masyarakat terkait hal-hal yang bisa menimbulkan konflik sosial,” ujarnya.
Lebih jauh, Willy berpesan untuk meminimalisir konflik dan kesemrawutan maka dibutuhkan kesadaran bersama yakni rekonsiliasi sekaligus penghematan anggaran untuk menuju Pilpres 2019.
“Aklamasi Jokowi sebagai Capres dan Prabowo Cawapres. Tidak baik jaga image alias Jaim bin Gengsi. Sikap kenegarawanan figur disinilah akan di uji. Hemat anggaran untuk menciptakan lapangan kerja demi kepentingan rakyat bersama maka sudah tepat jika Jokowi 2 periode menuju 2019,” pungkasnya.