Malang – Pancasila yang merupakan dasar berkehidupan berbangsa dan bernegara memang telah melekat dalam segala aspek dan pola kehidupan berbangsa dan bernegara namun sejarah latar belakang dan keberadaannya harus terus digaungkan agar rasa “biasa” yang dimiliki masyarakat tidak berujung kepada ketidakpedulian yang mengakibatkan Pancasila akhirnya dilupakan.
Hal Ini diungkapkan staff Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo dalam acara sosialisasi Pancasila bertajuk “Historisitas Pancasila Sebagai Dasar Bernegara dan Landasan Berbangsa” yang diselenggarakan di GBI Kristus Gembala, Kota Malang. Acara ini dihadiri oleh para Pendeta dari Gereja-Gereja yang berada di Kota Malang, pada Hari Jumat 24 Februari 2023.
Acara yang dimoderatori Pendeta Chrysta Andrea dari Gereja Kristen Jawi Wetan ini, Benny memulai paparannya dari aspek sejarah munculnya Pancasila. Dimana jauh sebelum kata-kata Pancasila dicetuskan, sesungguhnya roh dari nilai luhur Pancasila sudah mendarah daging di kehidupan bangsa Indonesia.
“Keberadaan masyarakat yang multi etnis, kultur dan agama dapat hidup berdampingan bersama, tidak hanya saling menoleransi namun bergotong royong demi kesejahteraan bersama. Ini terbukti dengan situs candi seribu dimana pada jaman Majapahit, walaupun memiliki latar belakang yang berbeda beda masyarakat dapat hidup damai dan saling membantu demi terwujudnya kesejahteraan bersama.” tegasnya.
Dalam acara yang antara lain dihadiri oleh Gereja dibawah organisasi Berkat Malang Gema Kasih, Persatuan Gereja Indonesia Setempat Malang dan Forum Masyarakat Katolik Indonesia Keuskupan Malang ini, Benny juga menyampaikan Bagaimana dinamika dalam upaya mencetuskan Pancasila sebagai dasar negara, dimana dalam prosesnya khususnya dalam Penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang merupakan cikal bakal Pancasila.
“Terlihat bagaimana Para Bapak Bangsa tidak saja berani untuk memberikan masukan namun juga dapat berbesar hati ketika hal hal yang disampaikan pada akhirnya harus ditolak dan dihapus demi kemaslahatan bersama. Kebesaran hati kaum Alim Ulama untuk menghapuskan kata dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menjadi bukti bahwa demi persatuan dan kesatuan kita senantiasa perlu mengambil jalan tengah demi kebaikan bersama.” ungkap dia.
Lebih lanjut, Doktor Komunikasi Politik Ini menyampaikan bahwa dalam perkembangan dunia saat ini Pancasila harus bersaing dan bertahan dalam menghadapi rongrongan dari dalam maupun luar negara Indonesia. Konsep Pancasila yang sebenarnya baik namun tidak dapat dilaksanakan secara tepat, baik oleh masyarakat maupun pengambil kebijakan membuat eksistensi Pancasila tidak hanya dipertanyakan namun juga dikesampingkan.
“Bahkan digerogoti oleh para pihak yang mau menggantikan Sistem Ideologi yang bersumber dari nilai luhur Bangsa Indonesia ini, dengan suatu sistem ideologi sesuai keinginan mereka, yang lebih mengakomodir kepentingan mereka dan mengabaikan kepentingan pihak lain.” kata dia.
Narasi dan Kondisi yang diciptakan sejak 1998 dimana rezim orde baru runtuh membuat masyarakat perlahan lupa pada Pancasila, kondisi yang mengecap penataran P4 dan kegiatan sosialisasi Pancasila yang lain merupakan produk rezim otoriter membuat masyarakat semakin asing, menjauh bahkan menolak Pancasila.
“Karenanya kita perlu menyadari kondisi tersebut dan hendaknya kita sebagai masyarakat maupun pembuat kebijakan perlu dan harus kembali pada Pancasila sebagai living and working ideologi yang tidak hanya dibicarakan dalam tataran teori dan konsep namun juga benar benar dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan.” himbau Benny.
Dalam Diskusi yang dibuka setelah paparan, muncul pertanyaan mengenai berkehidupan sesuai dengan Pancasila khususnya dalam era Post Truth dan penuh kabar bohong serta Hoaks. Benny menjawab, hendaknya kita selalu melakukan saring sebelum sharing, tidak membagikan berita dan konten semata mata karena kebombastisan konten tersebut.
“Mari mulai memenuhi media sosial dan ruang publik dengan konten konten positif yang berisikan nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa yang terangkum dalam Pancasila, Benny juga mengatakan bahwa sudah saatnya kita melepaskan paradigma “yang waras ngalah”. Karena jika kita diam saja maka ruang publik dan media sosial akan dipenuhi dan dikuasai oleh konten konten pemecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara.” tegas Benny.
Menjawab pertanyaan mengenai kenapa tidak lagi ada penataran P4 dan pelajaran pendidikan pancasila yang efektif bagi masyarakat, khususnya pelajar dan anak muda hingga moral dan sopan santun mereka dianggap merosot, Benny menyatakan bahwa metode pembelajaran yang represif, dogmatis dan indoktrinasi sudah tidak lagi ampuh dalam upaya membangun kembali Pancasila dalam jiwa generasi muda.
“Kita perlu menggali metode pengajaran yang lebih aktual dan efektif sehingga para pelajar tidak semata mata melihat Pancasila sebagai suatu teori yang membosankan namun Pancasila adalah suatu hal yang efektif, praktis dan substansial bagi kehidupan mereka.” tandasnya.
Benny menutup paparan dan sesi diskusi tersebut sekaligus menjawab pertanyaan mengenai apakah kita masih perlu berbicara dan membahas Pancasila karena sejatinya Pancasila sudah ada dalam kehidupan sehari-hari Bangsa Indonesia.
“Kita memang sudah sepakat bahwa Pancasila adalah dasar negara, Namun kita tidak dapat berhenti sampai disitu kita harus senantiasa menggaungkan Pancasila dan mengajarkan nilai nilai luhur Bangsa Indonesia tersebut, supaya tidak tergerus zaman” ujarnya dalam kegiatan yang dihadiri dua ratus orang tersebut.