Oleh : Gugus Joko Waskito
Pemilu 2024 sudah mulai bergema dan menghangat, hiruk pikuk Parpol untuk mempersiapkan Caleg di semua tingkatan seakan tenggelam dengan berita dan “drama” pimpinan Parpol dalam menggalang koalisi Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Setelah Golkar, PPP dan PAN memulai membuat poros koalisi tanpa Capres (Koalisi Indonesia Bersatu), Anies Rasyid Baswedan yang mengawali pencalonannya sebagai Capres 2024 oleh Nasdem yang dilanjutkan jalinan koalisi dengan Demokrat dan PKS, kemudian PKB dan Gerindra membuat “kesepakatan bersama” untuk menjalin koalisi dengan Prabowo sebagai Capres, tiba-tiba PDI-P di penghujung Ramadhan mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai Capres.
Wajar saja PDI-P berani mengumumkan Ganjar sebagai Capres, karena tanpa koalisi dengan Partai lain PDI-P bisa mengusung Capres-Cawapres sendiri dalam Pemilu 2024. Akankah PDI-P tetap “pede” mengusung Ganjar tanpa koalisi karena hasil survey berbagai lembaga survey 6 bulan terakhir posisi Ganjar memimpin elektabilitas dari Capres yang lain. PPP yang sudah lebih awal berkoalisi dengan Golkar dan PAN (tanpa Capres) tiba-tiba ikut mencalonkan Ganjar sebagai Capres melalui Rapimnas PPP di Yogyakarta.
Pengamat dan publik memprediksi pencalonan Ganjar oleh PPP akan di susul dengan mengusung Cawapres, yang saat itu ramai diperbincangkan adalah Sandiaga Uno, yang akan diusung PPP sebagai Cawapres setelah resmi keluar dari Gerindra akan diresmikan menjadi Pengurus PPP. Tetapi setelah beberapa hari Sandi tak juga merapat ke PPP, publik bertanya tanya “ada apa dengan Sandi ?”, Jangan jangan Sandi tak jadi merapat ke PPP, atau mungkin Sandi akan menyeberang dan kembali berpasangan dengan Anies Rasyid Baswedan seperti saat memulai debut politiknya sebagai Cawagub Jakarta berpasangan dengan Anies Baswedan.
Lantas, siapa pasangan Ganjar dan Prabowo ? Mungkin yang dimaksud koalisi besar akhir-akhir ini akan di jahit koalisi Pasangan Ganjar-Prabowo, tapi menurut hemat saya ini mustahil bisa terwujud, karena Prabowo tak mungkin mau sebagai Cawapres, meski dalam politik semua kemungkinan bisa terjadi.
Jika koalisi besar itu tak terwujud, siapa Cawapres Ganjar dan Prabowo ? Yang agak sedikit aneh dalam Pemilu kali ini adalah tokoh dari kalangan Nahdliyyin sebagai Ormas Islam terbesar di Indonesia tak ramai diperbincangkan seperti Pemilu-Pemilu sebelumnya.
Apakah tidak ada tokoh dari kalangan Nahdliyyin yang cukup punya kapasitas dan elektabilitas sebagai Cawapres ? Saya kira tidak. Banyak stok tokoh di NU, yang Partisan ada Muhaimin Iskandar, yang non Partai ada Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa (Ketua Umum PP Muslimat NU/Gubernur Jawa Timur), Gus Yaqut (Ketua Umum GP Ansor/Menag RI) dan Erick Thohir (meski masih baru masuk NU nya).
Jika yang di anggap NU adalah bagian dari struktural dan asli NU nya, maka hanya Khofifah dan Gus Yaqut yang layak dan tepat, karena Muhaimin sulit rasanya akan mendapat restu PBNU, Mahfud MD dan Erick Thohir di anggap kurang NU.
Tetapi apakah Capres dan Partai pengusungnya akan menganggap penting harus ada Cawapres yang merepresentasikan NU ? Saya kira sangat penting, karena basis suara NU khususnya yang ada di Jawa akan menjadi Ceruk suara yang besar dan sangat berpengaruh dalam kemenangan Pilpres.
Penulis adalah Direktur Lembaga Kajian dan Survey Nusantara (LAKSNU)