Jakarta – Network for Indonesian Democratic Society (Netfid) Indonesia menilai kewenangan menentukan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden adalah pembentuk undang-undang.
Menurut Ketua Netfid Indonesia Muhammad Afit Khomsani, kewenangan terkait syarat usia menjadi capres atau cawapres bukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dan usia capres-cawapres dalam UU Pemilu adalah open legal policy atau kebijakan hukum pembentuk undang-undang.
“Dalam kasus ini, perlu kita lihat bahwa kewenangan mengubah batas umur capres cawapres adalah kewenangan pembuat undang-undang, bukan MK. Kesan publik yang muncul adalah bola liar ini diserahkan begitu saja ke MK,” tegas Muhammad Afit, hari ini.
“Tidak ada ukuran pasti batas ideal usia capres,” lanjutnya lagi.
Kata dia, di beberapa negara mempunyai batas minimal yang berbeda. Beberapa negara seperti AS, Brasil, Chile, dan India minimal 35. Filipina bahkan 18.
“Idealitas usia bertujuan untuk memastikan bahwa pemimpin politik kita adalah orang yang mempunyai kecakapan dan kecukupan intelektualitas, emosional, kepemimimpinan dan kematangan dalam berpikir. Netfid Indonesia penting menyoroti motif utama dari gugatan tersebut,” bebernya lagi.
Pada dasarnya, lanjutnya, hak untuk JR atau menggugat atas semua UU/Regulasi yang ada adalah hak konstitusional warga negara. Dan tidak boleh dilarang atau membatasi hak tersebut.
“Akan tetapi perlu kita cermati dan waspadai adalah motif dari gugatan tersebut. Apakah murni atas dasar yang rasional, atau ada motif politik dan kepentingan sesaat di belakangnya,” pungkasnya.