Jakarta – Pemerintah perlu memberi perhatian kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang kembali memperlihatkan diri pada masa transisi kepemimpinan pasca-Pemilu 2024. Kelompok ini selalu mencari celah di tengah berbagai macam agenda nasional.
“Meski HTI sudah dibubarkan secara resmi oleh pemerintah, tetapi sel-selnya masih tertancap kuat. Bayangkan, acara HTI beberapa waktu lalu dihadiri ribuan orang. Pesannya gamblang, yakni menegakkan khilafah,” tegas Ketua Prodi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Muhamad Syauqillah saat dihubungi, Rabu (21/2/2024).
Dia mengatakan kemunculan HTI merupakan sinyal kuat bahwa organisasi transnasional ini masih eksis di Indonesia. “Gerakan khilafah harus menjadi perhatian pemerintah, kita tidak boleh terlena dengan tren penurunan angka kejahatan terorisme akhir-akhir ini,” kata dia.
Dia menilai pemikiran radikalisme dan ekstremisme yang berbahaya bagi ideologi Pancasila dan keutuhan NKRI masih mengemuka. Apalagi di era media sosial yang begitu bebas, sehingga netizen rawan terpapar agitasi dan propaganda kelompok radikalis-ekstremis. “Kelompok yang rawan terhasut adalah perempuan dan anak muda, mereka jadi target kelompok radikal untuk direkrut sebagai simpatisan baru,” tegasnya.
Terlebih saat ini, suasana politik nasional masih panas. Polarisasi konfliktual di tingkat elite politik belum ada tanda-tanda rekonsiliasi total. “Kalau ketegangan pasca-Pemilu 2024 tidak dimitigasi dengan cepat, kelompok teroris yang selama ini tertidur, akan bangun dan membonceng kerusuhan politik,” terangnya.
Syauqillah mengatakan pemerintah perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kampanye paham yang bertentangan dengan Pancasila. Jika perlu dibuat aturan tegas melarang penyebaran ideologi anti-Pancasila.
“Semua unsur-unsur keamanan, mesti menghadirkan formula tepat untuk mengatasi ancaman terorisme siber secara komprehensif. Terutama membangun kontranarasi terhadap kampanye khilafah dari bekas pentolan HTI,” pungkasnya.