Malang, Jawa Timur – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), lewat Direktorat Sosialisasi dan Komunikasi, bersama dengan Universitas Brawijaya, menyelenggarakan Seminar mengenai Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila melalui Seminar Pancasila untuk Dunia: “To Build The World A New”, pada hari Senin (26/02/2024), di Gedung Widyaloka, Kompleks Universitas Brawijaya.
Hadir dalam acara ini dan menjadi narasumber: Antonius Benny Susetyo (Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP), Hariyono (Universitas Negeri Malang), Anang Sujoko (Dekan FISIP Universitas Brawijaya), Mudjia Raharjo (Akademisi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang), dan Aris Heru Utomo (Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP), dengan Asih Purwanti sebagai moderator.
Benny, sapaan akrab dari Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah (DP) BPIP ini, menyatakan bahwa persoalan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia adalah tidak menjadinya Pancasila sebagai pedoman moral dan etika dalam publik, melainkan hanya menjadi etika dan moral secara personal.
“Padahal Pancasila adalah ideologi Pancasila, sebagai sebuah pandangan hidup dan dasar bangsa dan negara Indonesia. Itulah yang menjadi konsensus kita sebagai bangsa Indonesia yang adalah menjadi satu, dengan negara Indonesia,” ujarnya.
Staf Khusus Ketua DP BPIP ini juga menunjukkan jomplangnya pelaksanaan nilai Pancasila.
“Pancasila jadi cuma slogan. Pancasila cuma digaungkan dan diserukan dimana-mana, tapi hampir nihil pelaksanaannya, apalagi dalam kehidupan publik, penyelenggaraan pemerintahan. Kita sudah lihat contoh nihilnya, sampai sekarang,” serunya.
Pakar komunikasi politik ini pun menyerukan bahwa para mahasiswa harus mau dan harus diberikan fasilitas oleh lembaga pendidikan, untuk menjalankan nilai Pancasila dalam kehidupan publik.
“Pancasila harus bisa dijabarkan secara praktek dan konkrit di kehidupan publik, dan ini sebenarnya tugas dan fungsi para intelektual, termasuk mahasiswa. Kenapa mahasiswa? Karena kalian adalah masa depan Indonesia. 10 sampai 15 tahun lagi, Indonesia di tangan anda semua. Bagaimana jadinya kalau anda semua tidak mengerti dan tidak tahu bagaimana Pancasila dilaksanakan pada kehidupan sehari-hari?” tukasnya.
Merujuk pada Buku Pancasila: Dari Indonesia Untuk Dunia, Benny menyatakan bahwa Bung Karno memang meletakkan Pancasila sebagai dasar moral publik.
“Bung Karno menggali Pancasila itu bukan hanya sebagai untuk dasar moral pribadi, tetapi moral publik. Pancasila menjadi ideologi dan dasar negara sehingga nilai Pancasila harus menjadi dasar dan filosofi dalam berbangsa dan bernegara,” katanya.
“Pancasila harusnya menjadi working ideology; memang sudah menjadi living ideology. Working ideology itu Pancasila menjadi nilai dalam praktis bekerja. Pancasila bukan hanya menjadi pengetahuan dan spirit pembangunan, tetapi juga menjadi pathos: Pancasila terlibat dalam kebatinan perilaku dan etika Pancasila terus berjalan.”
Dia pun mengajak universitas dan mahasiswa untuk segera melakukan kajian-kajian mengenai hidup praktis yang mengikutsertakan nilai Pancasila.
“Ekonomi Pancasila, contohnya. Kita masih pakai teori lama dan itu terus, tidak ada gagasan baru, tidak ada pemikiran kritis baru. BPIP bersedia untuk ikut serta juga mendukung kajian-kajian seperti itu, agar benar-benar Pancasila jadi nilai yang hadir di kehidupan publik, bukan hanya jadi moral pribadi.”
Para pembicara lainnya, seperti Hariyono, menegaskan bahwa buku Buku Pancasila: Dari Indonesia Untuk Dunia, semakin menegaskan bahwa Pancasila bukan hanya hadir dalam ruang normatif.
“Lewat buku ini, dan juga kami, berharap sekali Pancasila tidak hanya normatif, dihapal, tetapi juga hadir dalam ruang keseharian masyarakat, menjadi sangat aplikatif, dan dirasakan masyarakat. Penjabarannya? Ya lewat forum-forum diskusi seperti ini awalnya, sebelum dituang kedalam materi yang aplikatif.”
Mudjia Raharjo pun menyayangkan Pancasila yang dianggap ideologi yang mudah diganti oleh anak muda.
“Setara Institute mencatat sekitar 83% anak muda merasa Pancasila boleh diganti. Pancasila padahal sudah menjadi konsensus dan perekat kita sampai sekarang. Uni Soviet dengan komunismenya, bubar. Yugoslavia dengan militernya, bubar. Kita, dengan Pancasila, masih bersama sampai sekarang. Tapi jika ini tidak dirawat, kita juga bisa menghadapi hal yang sama. Maka, pendekatan untuk pemahaman Pancasila harus dilakukan. Jika kepada anak muda seperti peserta sekarang, forum-forum ini, dialog, serta kajian, itulah pendekatan yang baik. Untuk lapisan masyarakat lainnya, tentu caranya berbeda,” ujarnya.
Anang Sujoko pun menegaskan bahwa mahasiswa dan universitas harus sadar dan bangkit untuk membangun nilai Pancasila hadir dalam masyarakat, seperti yang disemangati Bung Karno dalam buku Buku Pancasila: Dari Indonesia Untuk Dunia ini.
“Bangkit, bangun nilai Pancasila. Yakinlah, kontribusi sekecil apapun, bernilai Pancasila, akan bisa berdampak. Gunakan kemampuan kalian memakai gadget dan cara berpikir kritis kalian, untuk kontribusi kepada bangsa dan negara ini.”
Aris Heru Utomo menyatakan bahwa Indonesia beruntung punya Pancasila sebagai pemersatu bangsa, sehingga harus dirawat.
“Indonesia tetap menjadi negara kesatuan sampai sekarang, tidak pecah. Ini menunjukkan Pancasila menjadi perekat dan inilah yang ditawarkan oleh Bung Karno, yang dituangkan dalam buku ini. Ini yang harus dimengerti oleh generasi muda: Pancasila adalah warisan yang berharga.”