Jakarta – Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Dr. Bondan Kanumoyoso, menyatakan, wajah kebudayaan Indonesia sampai saat ini adalah kebudayaan yang sedang belajar.
Kebudayaan Indonesia belum selesai dan merupakan kebudayaan dinamis yang sedang berproses menuju pendewasaan jatidiri, menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Dr. Bondan mengemukakan hal itu dalam Sarasehan Kebudayaan 2024 dengan tema “Kontribusi Perguruan Tinggi dalam Penguatan Nilai-nilai Kebangsaan Berbasis Kebudayaan” yang digelar di auditorium GPH Haryo Mataram, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Selasa (5/3/2024).
Fenomena pergeseran kebudayaan Indonesia dari kebudayaan agraris ke kebudayaan maritim, menurut Dekan FIB-UI itu, menjadikan kebudayaan Indonesia mengalami ancaman serius. “Ancaman serius kebudayaan Indonesia, karena dalam pergeseran budaya agraris ke budaya maritim ada perbedaan keseimbangan antara produktivitas pertanian dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk. Sehingga yang disalahkan faktor cuaca dan lain-lain, yang berakibat pangan sulit didapat,” katanya.
Ancaman serius tersebut, sambungnya, mempengaruhi legitimasi pemerintahan sejak zaman Bung Karno, zaman Pak Harto dan kalau berlanjut bisa membahayakan pemerintahan mendatang.
Dalam kaitan itu, dia berpendapat, yang diperlukan untuk mereduksi ancaman adalah infrastruktur kebudayaan yang bisa mengeksplorasi kebudayaan lama, sekaligus mengadaptasi kebudayaan baru.
Menyinggung munculnya konflik dalam pergeseran kebudayaan, Dr. Bondan menegaskan, hal itu menunjukkan adanya dinamika dalam proses kebudayaan.
Menurut dia, konflik merupakan dinamika untuk mendewasakan kebudayaan. Sehingga, yang diperlukan adalah pengelolaan konflik, agar dalam proses pendewasaan kebudayaan tidak timbul masalah.
“Intinya, jangan menghindarkan konflik. Tetapi konflik dan perbedaan pandangan harus dikelola agar menjadi salah satu kekuatan untuk mendinamisasi budaya kita,” tandasnya.
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makariem, dalam sambutan secara daring, mengungkapkan keyakinan, generasi muda Indonesia tetap memiliki rasa cinta terhadap budaya Indonesia dan berkeinginan kuat untuk berkontribusi kepada bangsa.
Hal itu dia tunjukkan dengan antusias para mahasiswa di seluruh Indonesia dalam mengikuti program Kampus Mengajar dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM).
Nadiem menyatakan, Kemendikbudristek tengah mengupayakan kemajuan kebudayaan lokal dan juga bahasa daerah melalui Program Dana Abadi Kebudayaan dan Revitalisasi Bahasa Daerah.
“Dalam program Kampus Mengajar, ratusan ribu mahasiswa berani meninggalkan zona nyaman dan mengajar di sekolah-sekolah daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Sementara di Program PMM, para mahasiswa dengan latar belakang budaya yang berbeda saling berinteraksi dan bertukar ilmu, serta menguatkan semangat kebhinekaan,” jelasnya.
Nadiem Makarim menekankan, perguruan tinggi harus menjadi tempat lahirnya pelajar Pancasila yang mampu berpikir kritis dan berjiwa kebangsaan tinggi. Dia berharap, Sarasehan Kebudayaan 2024 yang diikuti kalangan akademisi, pemerhati budaya, budayawan dan lain-lain dapat memberikan inspirasi bagi perkembangan kebudayaan Indonesia.
Sarasehan kebudayaan di kampus UNS tersebut, berlangsung selama dua hari, Selasa dan Rabu (5-6/3/2024). Di antara pembicara dan penanggap dalam sarasehan, adalah Plt. Dirjen Dikti Prof. Nizam, budayawan Sudjiwo Tedjo dan Prof. Sardono W Kurumo, Prof. Hamdi Muluk, KH Ulil Abshar Abdalla, Dr. Johanes Haryatmoko, Direktur Kebudayaan Hilmar Faried dan lain-lain.