Jakarta – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan langkah-langkah atau tips untuk menghindari serangan cyber oleh kelompok hacker jelang Pilkada Serentak 2024.
“Ya pada prinsipnya sistem itu atau aplikasi itu harus selalu update keamanan ya itu harus selalu update keamanannya, untuk betul-betul menjaga potensi-potensi gangguan,” tegas Kabid Keamanan Siber APJII Dr. Arry Abdi Syalman, hari ini.
Lebih lanjut, Arry mengatakan bahwa penyelenggara Pemilu khususnya KPU sendiri dalam hal ini sudah mendapatkan pengawasan langsung dari instansi yang berwenang seperti Badan Siber, Sandi Negara dan juga Polri. Namun, dia mengingatkan ada hal yang perlu dihindari yakni adanya kelalaian atau kekeliruan SDM nya.
“Jadi SDM-nya gimana? SDM-nya ini terus diliterasi, terus diedukasi untuk melakukan, mengutamakan sistem proteksi mereka. Jadi secanggih-canggihnya sistem itu pun pasti ada potensi kebocoran, ada potensi kelemahan. Tapi ini apabila terus dioptimalkan sistemnya, dan selalu dilakukan update serta sering memantau. Harus sering memantau. Jadi harus sering memantau kira-kira ada potensi apa yang kemungkinan terjadi. Seperti apa berjalannya sistem sehari ini? Lancar nggak? Atau mungkin ada sesuatu gangguan harus segera dilakukan mitigasi, harus segera dilakukan deteksi,” bebernya.
Arry pun memprediksi bentuk serangan-serangan cyber di Pilkada Serentak 2024 tidak beda jauh dari tren serangan sebelumnya seperti malware, maupun kesalahan domain atau lainnya. Namun, kata dia, secara kualias dan kuantitasnya bertambah.
“Kurang lebih bentuk serangannya sama saja hanya mungkin kualitas dan kuantitasnya aja yang bertambah. Jadi yang mungkin tadinya serangannya punya power ketika kita kategorikan nilainya lima bisa menjadi tujuh. Kemudian jumlah serangannya yang tadinya cuma dua mungkin bisa sepuluh nah itu terjadi karena kondisi monitoring serangan siber kita itu memonitoring anomali serangan itu terus meningkat,” sebutnya lagi.
Lebih jauh, Arry juga berpesan adanya teknologi artificial intelligence (Ai) agar tidak disalahgunakan untuk penyebaran hoax, black campaign jelang maupun saat pelaksanaan Pilkada. Sehingga, kata dia, masyarakat Indonesia harus melakukan perlawanan terhadap bentuk informasi tersebut.
“Kita harus lawan informasi hoax tersebut. Namun kita belum mampu menciptakan mesin yang bisa secara detail untuk memanfaatkan artificial intelligence nya membaca atau mengenali keyword bahwa ini hoax, kenapa? karena teknologi kecerdasan buatan itu tidak memiliki rasa yang bisa mendefinisikan,” sebutnya.
“Sehingga ini memang obatnya ya harus memberikan literasi yang maksimal ke masyarakat itu aja,” kata Arry lagi.
Selain itu untuk mencegah peredaran hoax, hate speech, black campaign diruang publik, lanjut dia, adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat bagaimana memahami informasi yang valid dan tidak valid dan selalu menghimbau masyarakat untuk bisa melakukan konfirmasi, pengecekan secara mendalam terhadap suatu informasi-informasi yang diterima.
“Apalagi berkaitan dengan informasi-informasi yang sensitif seperti itu,” ucapnya.
Oleh karenanya, Arry menghimbau kepada masyarakat untuk bijak dalam menggunakan perangkat telekomunikasi di platform media sosial. Bahwa apa yang di manfaatkan untuk berkomunikasi tidak untuk melakukan hal-hal yang negatif.
“Misalnya menerima informasi begitu saja dan menyebarkannya, kemudian yang kedua melakukan propaganda atau teknik-teknik tertentu disebarluaskan ke khalayak luas, kemudian memberitakan sesuatu yang tidak benar ini agar bisa dihindari. Jadi bijaklah dalam menggunakan teknologi komunikasi itu saja,” pungkasnya.