JAKARTA – Menghadapi Pemilu 2019, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengajak masyarakat Indonesia untuk bersama-sama melakukan pemantauan Pemilu 2019 yang memastikan proses tahapan-tahapan Pemilu dengan cara mengumpulkan data, temuan dan informasi mengenai pelaksanaan Pemilu yang dilakukan secara independen dan non partisan.
“Memastikan prosedur penyelenggaraan Pemilu 2019 dilakukan dengan benar, mengantisipasi kecurangan dan meminimalisir pelanggaran serta menjamin hak-hak politik masyarakat pemilih secara mudah dan cepat,” demikian isi rilis pers JPPR saat diskusi “Sukseskan Pemilu 2019 Tanpa Hoax dan Isu SARA Demi Keutuhan NKRI” di Voltaire Koffie, Jl. Matraman Raya No 74, Jakarta Timur, Rabu tanggal 30 Januari 2019.
Selain itu, JPPR menyerukan menghilangkan penyebaran berita hoax dan isu SARA dalam Pemilu 2019 sebagai bentuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Dan menjadikan Pemilu 2019 sebagai bentuk peningkatan kesadaran serta pemahaman politik pada masyarakat.
“Mari sukseskan Pemilu 2019 dengan menggunakan hak pilihnya agar terciptanya Pemilu yang aman, damai, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” ujarnya.
Turut hadir dalam acara diskusi yang dipandu moderator Alwan Ola Riantobi selaku Manajer Pemantauan JPPR tersebut diantaranya, Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan Pengamat Politik UIN Jakarta Gun Gun Heryanto, Manajer Pendidikan Pemilih JPPR Muhammad Hanif Alusi, dan Pegiat Sosial / PP Pemuda Muhammadiyah Nugroho Noto Susanto.
Gun Gun Heryanto menegaskan efek polarisasi dan gesekan adalah hal lumrah dalam kepemiluan karena selalu menimbulkan konflik yang tidak selalu negatif. Dia setuju dengan pandangan konflik tidak selalu dipandang dalam kacamata buram, bahwa konflik memicu bagaimana demokrasi berjalan dengan baik dan konflik tidak selalu diatasi dengan hukum namun dengan komunikasi dan populasi yang baik.
“Pemilu itu adalah pertarungan dalam artian Pemilu menjadi ajang pertarungan paradigmatik dengan cara-cara yang sesuai dengan konstitusional. Namun hoax dan hatespeach merupakan cara yang salah. Nah saat ini kita memasuki masa dimana melimpahnya media dan informasi yang seringkali kita temukan hoax yang menjadi keresahan masyarakat,” terang Gun Gun.
Dikatakannya, posisi distorsi informasi yang sering muncul dimedia massa, kalau dimedia sosisal maklum lah dan banyak hoax di media sosal namun jika hoax sudah masuk dalam ranah media massa itu yang menjadi masalah. Lalu media massa yang berlebihan berpihak pada satu arah itu yang membuat opini publik menjadi negatif. Polarisasi sekarang ini sudah terjadi semenjak 2014 terutama tentang Jokowi dan Prabowo. Preferensi politik itu sulit diubah dan menurutnya pendidikan politik menjadi penting untuk menangkal informasi-informasi yang distortif dalam media-media yang ada.
“Penyebaran hoax di Indonesia dapat berkembang cepat karena pengguna internet di Indonesia cukup banyak. Hoax bahkan cepat sekali tersebar dikalangan intelektual. Hoax akan berpengaruh kuat di masyarakat apabila tidak ada kontra narasi. Masyarakat awam dapat menjadi korban dan bahkan menjadi bagian dari hoax tersebut,” tambah dia.
Sementara itu, Muhammad Hanif Alusi menyebutkan bahwa hoax yang sedang berkembang sekarang ini seperti 7 kontainer surat suara dan Ratna Sarumpaet ini menjadi penghambat penyelenggara terutama KPU untuk fokus menyelenggarakan Pemilu dengan baik.
“Saya kira hoax ini sengaja dibuat agar penyelenggara tidak fokus dan Pemilu yang diharapkan tidak berjalan dengan baik sehingga kepercayaan publik pada penyelenggara menjadi berkurang,” bebernya.
Ditempat yang sama, Nugroho Noto Susanto mengaku hari ini masih berada dalam oligarki demokrasi yang membatasi kebebasan berpendapat. “Nah saya membaca situasi ini yang menjadi rujukan JPPR mengangkat tema tentang hoax yang menjadi ukuran keresahan berpendapat masyarakat kita,” sebutnya.
Terakhir, Alwan Ola Riantobi mengambil kesimpulan bahwa pihaknya sepakat bahwa pelaksanaan Pemilu diharapkan dapat berjalan aman dan lancar serta masyarakat tidak terprovokasi dengan isu hoax dan SARA yang berbahaya dapat memecah belah bangsa.