Jakarta – Berbagai tanggapan terus bermunculan menyusul ide dana haji untuk infrastruktur meskipun hal itu hanya sekedar salah satu wacana atau contoh yang sudah dilontarkan Presiden Jokowi.
Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) Willy Prakarsa mengatakan bahwa pernyataan Presiden sudah cukup jelas dan itu hanya contoh alias sebatas wacana saja. Kata Willy, niat Jokowi cukup bagus agar dana itu tidak diam sehingga bisa dialihkan untuk kemaslahatan umat.
“Kenapa yang lainnya harus pusing, kan jelas bilangnya hanya memberi contoh. Gitu saja kok repot,” terang Willy, hari ini.
Menurutnya, apa yang terjadi saat ini hanya perbedaan pemahaman yang membuat seolah-olah dana haji itu digunakan sebagai alat untuk belanja infrastruktur.
“Ini ada yang gagal paham soal istilah penggunaan dana haji untuk infrastruktur. Kalau penggunaan itu diartikan belanja infrastruktur itu salah. Tapi kalau penggunaan (dana haji) itu dinterpretasikan sebagai investasi itu boleh saja.
“Malaysia saja sudah menerapkan kebijakan itu, mereka terbukti memiliki lembaga Tabungan Haji dimana dana simpanannya diinvestasikan ke proyek pembangunan infrastruktur,” bebernya.
Dia menyarankan setelah wacana itu muncul, maka unsur-unsur terkait bisa melakukan kajian-kajian dengan tokoh-tokoh ulama khususnya MUI maupun beberapa pakar agar tidak menjadi masalah publik.
“Jika pengelolaannya baik, pastinya tidak ada penyalahgunaan dana. Apa salah juga bisa mencontoh negara tetangga yang sudah terbukti berhasil sehingga bisa diberdayakan secara ekonomi dan produktif,” tuturnya.
Dia memandang dana haji di Malaysia digunakan sebagai modal untuk proyek yang menguntungkan seperti investasi lahan pertanian. “Idealnya sich Indonesia harusnya bisa melakukan hal yang sama,” sebutnya.
Kendati demikian, dia sepakat jika dana umat itu jika nantinya digunakan investasi maka perlu prinsip kehati-hatian.
Dia melanjutkan harusnya semua elemen gerakan bersatu untuk membangun negeri bukan malah asyik mengkritisi yang tidak membangun. Apalagi memiliki niat buruk yaitu revolusi.
“Gimana Indonesia mau maju kalau sudah niatnya buruk apalagi punya niatan revolusi. Bisa tambah tepok jidat lama-lama jadi makin gosong,” tandasnya.