Nasional

Imparsial : Aksi Brutal Terus Terjadi, TNI Tidak Serius Selesaikan Masalah Kekerasan

Jakarta – Pada Senin malam 24 Januari 2025, telah terjadi penyerangan terhadap Mapolres Tarakan oleh sekitar 20 anggota TNI. Akibat penyerangan itu terdapat 5 anggota Polri mengalami luka-luka dan sejumlah fasilitas gedung Mapolres mengalami kerusakan. Berdasarkan informasi yang beredar para penyerang melakukan aksinya dalam kondisi dipengaruhi alkohol.

Menyikapi hal tersebut, Imparsial memberikan kecaman dan menilai hal tersebut merupakan tindakan yang melanggar hukum.

“Kantor Kepolisian adalah bagian dari kantor Pemerintah sehingga tidak boleh menjadi target serangan siapapun, termasuk anggota TNI. Serangan terhadap kantor kepolisian akan dianggap sebagai serangan terhadap Pemerintah, dan yang lebih ironis lagi dalam hal ini dilakukan oleh anggota TNI. Lebih dari itu, serangan anggota TNI terhadap Polres Tarakan ini juga akan menghambat hak-hak publik untuk mendapatkan pelayanan dari kepolisian.” tulis Imparsial dalam keterangan pers, hari ini.

Imparsial menyinggung bahwa serangan ini tidak boleh dipisahkan dari peristiwa serangan dan kekerasan TNI terhadap masyarakat sipil sebelumnya. Pihaknya menilai dengan tidak adanya kebijakan serius dan sanksi yang tegas bagi anggota TNI yang melakukan kekerasan mengakibatkan terus berulangnya peristiwa serupa.

Imparsial juga mengingatkan dalam peristiwa penyerangan terhadap Mapolres Jayawijaya pada 2 Maret 2024 silam, KASAD Maruli Simanjutak justru terkesan permisif karena mengatakan penyerangan tersebut tidak masuk dalam taraf serius.

“Imparsial menilai tindakan penyerangan dan pengerusakan oleh TNI tidak hanya telah mencoreng nama baik TNI, tetapi juga menjadi bukti bahwa aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI seolah tidak terkendali. Prajurit TNI yang seharusnya menjadi contoh dalam berperilaku baik di tengah masyarakat justru mempertonton tindak kekerasan yang dilakukan secara brutal.” ujarnya.

“Selain itu, penyerangan ini tentunya juga dapat mengganggu hubungan baik yang harmonis yang ditunjukkan selama ini oleh elit TNI dan Polri.” sambungnya.

Pihaknya mengingatkan bahwa peristiwa penyerangan ini bukanlah peristiwa yang pertama kali terjadi, sebelumnya terdapat kasus-kasus penyerangan oleh aparat TNI yang terjadi di sejumlah daerah; pada 11 Desember 2018 dan 29 Agustus 2020 Polsek Ciracas Jakarta Timur diserang Anggota TNI, kemudian penyerangan juga terjadi pada 20 April 2023 terhadap Pos Polisi dan Rumah Kapolda NTT oleh anggota TNI, terakhir pada 27 April 2023 Mapolres Jeneponto juga diserang oleh anggota TNI.

“Tindakan kekerasan seperti ini akan terus terjadi sepanjang tidak ada penghukuman yang adil dan maksimal terhadap oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan.” tegas Imparsial.

Selama ini, terdapat kasus-kasus kekerasan dan kejahatan pidana lainnya yang melibatkan anggota TNI tetapi penghukumannya ringan, terkadang dilindungi bahkan ada yang dibebaskan. Misalnya adalah kasus penyerangan Lapas Cebongan, penyerangan polsek Ciracas, kasus pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua, Kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Eluay, Kasus korupsi pembelian helikopter AW-101, kasus korupsi Kepala Basarnas, dll).

“Penghukuman yang tidak adil terjadi akibat oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan diadili dalam peradilan militer yang sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trial) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.” bebernya.

Imparsial juga menilai bahwa peradilan militer selama ini cenderung menjadi sarana impunitas bagi anggota militer yang terlibat kejahatan. UU Nomor 31 tahun 1997 yang menjadi dasar peradilan militer sejatinya memang didesain untuk melindungi anggota militer yang melakukan kejahatan dan melindungi rezim Soeharto karena UU ini dibuat di masa akhir pemerintahan orde baru. Politik hukum undang undang peradilan militer sepenuhnya untuk melindungi kepentingan rezim Soeharto serta anggota militer yang melakukan kejahatan.

Atas dasar hal itu, Imparsial mendesak:
1. Untuk segera memproses seluruh oknum anggota TNI yang terlibat dalam penyerangan Polres Tarakan yang terjadi pada Senin 24 Februari 2025 melalui mekanisme peradilan umum untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

2. Pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer untuk memutus mata rantai impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan tindak kejahatan. Berdasarkan catatan Imparsial selama ini, peradilan militer cenderung menjadi sarana impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan kejahatan.

Sebagai informasi, Imparsial adalah sebuah LSM yang bergerak di bidang mengawasi dan menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Dengan Ardi Manto Adiputra sebagai Direktur, Husein Ahmad sebagai Wakil Direktur dan Annisa Yudha sebagai Koordinator Peneliti.

Most Popular

Babenya adalah baca berita nya dari beragam situs berita populer; akses cepat, ringan dan hemat kuota internet.

Portal Terpercaya.

Copyright © 2016 BaBenya.com.

To Top