Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam menyambut Hari Santri Nasional menyelenggarakan lomba karya tulis ilmiah untuk santri dengan tema “Hormat Bendera Menurut Hukum Islam” dan “Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam”. Hal ini mendapat tanggapan miring dari beberapa tokoh yang mengaggap bahwa tema tersebut membenturkan Islam dan Nasionalisme. Kyai luthfi Fauzi pimpinan Forum Pondok Pesantren Pancasila yang juga pendiri SMA Ksatria Nusantara Padaherang Kabupaten Pangandaran angkat bicara, menurutnya hal seperti ini (pembahasan mengenai Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam) sama sekali tidak ada indikasi membenturkan Islam dan Nasionalisme, dalam tradisi intelektual pesantren hal seperti itu lumrah apalagi saat ini sangat gencar pengaruh negative dari dunia maya. Anak muda cenderung berprilaku reaksioner dan enggan mengkritisi kebenaran informasi yang diperolehnya (tabayyun).
“ Tidak ada itu membenturkan Islam dengan Nasionalisme, model critical thinking dalam tradisi pesantren sudah terbangun dan membudaya sejak lama” ucap Kyai Luthfi.
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa kegiatan seperti ini positif untuk para santri sebagai upaya memaksimalkan daya pikir untuk memperoleh kebenaran. Mengenai Nasionalisme para santri tentunya semua orang tau dan bisa membaca sejarah bagaimana Santri berjuang mempertahankan dan merawat Indonesia. Justru hal ini sebagai upaya memperkokoh argumentasi (Hujjah).
Dalam tradisi ulama dialektika ilmu pengetahuan bukan hal baru dan tidak pernah menjadi barang kuno atau ketinggalan zaman. Misalnya Alghazali yang membantah pemikiran pemikiran Ibnu Sina dan pengikutnya terkait kekadiman karena kekhawatiran akan membuat manusia menjadi kurang kritis. Saat inipun tradisi dialektika ilmu pengetahuan masih tetap dilakukan oleh para ulama. Di Nahdlatul ulama ada istilah Bahtsul Masail misalnya, dan di muhamadiyah juga ada tarjih. Tentunya dengan menempatkan Al-Qur’an dan sunah Rasul sebagai norma utama yang bersifat Absolut.
“Ini hebatnya ketika santri menjadi kepala BPIP” ungkap kyai Luthfi
Justru dengan kegiatatan yang diselenggaran BPIP ini akan menjadi ajang pembentukan kultur reproduksi sains yang bertumpu pada kekuatan berargumen dalam menulis bagi para santri. Kami sangat menyambut baik kegiatan tersebut.
“Agama maupun Nasionalisme bukan hal yang sacral untuk didiskusikan” pungkasnya