Lamongan – Salah satu faktor yang berpotensi melahirkan perilaku radikal ini di tengah masyarakat kita adalah munculnya viralisasi narasi kebencian, baik menyangkut ekonomi, politik maupun nilai-nilai agama. Narasi kebencian akan mendapat tempat paling subur manakala yang dinarasikan adalah politik identitas berbau SARA (suku, agama dan ras).
Narasi kebencian didesain secara pragmatik, memprovokasi emosi publik dan mengabaikan kebenaran obyektif. Pemanfaatan sekolah berbasis agama swasta maupun pondok pesantren juga memungkinkan berkembangnya paham radikal.
Seperti dikatakan Ketua pemuda muhammadiyah Muhammad Anang Nafi’uzzaki bahwa Paham radikalisme telah memakan banyak korban, meracuni pikiran dan meresahkan umat manusia, menimbulkan banyak kerugian menghilangkan rasa saling mengasihi, dan saling toleransi.
“Intinya, terhadap kata radikalisme, perilaku radikal dalam pandangan masyarakat saat ini memiliki stigma negatif dan harus dihindari karena sangat berbahaya untuk keutuhan hubungan sosial antar masyarakat yang majemuk.” imbuhnya
Seperti adanya kelompok yang memanfaatkan pondok pesantren di wilayah Jawa Timur membuat propaganda isu tentang pemasangan baliho KM 50 Tol Cikampek yang mengakibatkan korban dari Laskar FPI pun kami berpesan kepada masyarakat untuk kita percayakan proses hukum kepada pemerintah melalui persidangan yang berlaku di Negara ini.
“Masyarakat harus jeli apa yang terjadi baru – baru ini tentang pemasangan baliho KM 50, hal itu perlu kita cermati bahwa kejadian itu pasti ada unsur politis yang mana kelompok – kelompok tidak bertanggung jawab hanya memanfaatkan momen dan menjatuhkan kredibilitas pemerintah. Proses hukum tidak boleh diintimidasi oleh kelompok apapun, biarka saja berjalan dengan prosedur yang ada.” tambah ketua pemuda Muhammadiyah.