Jakarta – Pakar komunikasi politik Antonius Benny Susetyo, menyoroti pertemuan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, di Jalan Kramat, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (25/5) pagi. Menurut Benny, sapaan akrabnya, pertemuan antara kedua organisasi masyarakat tersebut yang menyatakan pentingnya pemimpin yang bermoral menjadi catatan bersama dalam membangun peradaban demokrasi.
“Maka keutamaan-keutamaan pemimpin menjadi sangat penting, dalam hal ini pemimpin harus memiliki etika kepantasan publik. Peradaban demokrasi hanya bisa dilakukan ketika para pemimpin memiliki etika kepantasan publik, yaitu mereka yang mampu membedakan mana kepentingan publik dan kepentingan privat, yang mampu untuk memisahkannya,” tuturnya.
Benny yang juga seorang budayawan menyatakan, pemimpin yang bermoral tidak hanya sekadar jujur, mempunyai integritas dan melayani rakyat, melainkan juga pemimpin bermoral adalah Ia yang memiliki pathos, yaitu yang merasakan denyut derita masyarakatnya.
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP itu juga menyampaikan, orientasi pemimpin yang bermoral adalah yang berpihak pada nilai-nilai keutamaan Pancasila. Karena pemimpin yang bermoral adalah yang memiliki pengetahuan takut Tuhan, Pengetahuan takut akan Tuhan itu adalah pemimpin yang memiliki martabat kemanusiaan.
“Maka martabat kemanusiaan itu harus menjadi agenda dalam hal kinerjanya (pemimpin), dalam hal mengolah tata kelola pemerintahan. Maka martabat kemanusiaan itu menjadi dasar kita untuk bersama-sama membangun kolaborasi dan menjaga keragaman budaya, etnis yang terdiri dari 714 suku. Kita juga terdiri dari beberapa macam agama dan juga keyakinan agama-agama lokal yang harusnya diuggulkan di dalam kita mengolah keragaman,” jelasnya.
Lebih lanjut, Benny menyampaikan, pemimpin yang bermoral sudah barang tentu seorang yang beretika. Etika adalah sebuah keutamaan yang lahir dari kesadaran karena dilakukan secara sadar tahu dan mau, untuk memperhatikan rakyatnya . Etika adalah sebuah perintah yang harus dijalankan demi menjaga martabat pejabat publik agar menjadi contoh serta role model kepada publik.
“Persoalannya sekarang ini adalah rendahnya etika publik. Etika politik, menurut Ricoeur, tidak hanya menyangkut perilaku individual, tapi juga terkait tindakan kolektif. Ketika suatu keputusan butuh persetujuan dari sebanyak mungkin warga negara, legitimasi kolektif publik dapat dimanfaatkan dalam menerapkan politik yang beretika.
Benny menekankan pemimpin yang memiliki keutamaan-keutamaan publik dan etika amat diperlukan guna persatuan dan kemajuan bangsa.
“Maka Pemimpin yang memiliki jiwa pesatuan itu adalah pemimpin yang setelah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Maka dia memiliki yang disebut dimensi ethis, yaitu pemimpin yang merangkul semua golongan. Kalau ada perbedaan pandangan politik harus diselesaikan dengan mencari titik temu secara mufakat agar terciptanya suatu peradaban yaitu keadilan,” ujarnya.
Benny mengajak masyarakat untuk cermat dalam memilih pemimpin yang memiliki keutamaan-keuataam publik yang melayani rakyat dan mempunyai visi kebangsaan dan serta jiwa kepemimpinan yang bermoral.
“Saatnyalalah keutamaan-keutamaan publik itu menjadi orientasi pemimpin yang melayani bukan dilayani. Mari kita bersama-sama menemukan kembali pemimpin yang bermoral,” tutupnya.