Jakarta – “Tindakan brutal membakar Quran di Stockholm adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dengan dalih apa pun. Itu sungguh melukai perasaan umat Muslim sedunia. Terlebih dilakukan pada saat umat Muslim sedang merayakan hari raya Idul Adha”, demikian pernyataan Dr. Darmansjah Djumala, MA, dosen Hubungan Internasional FISIP, Universitas Padjadjaran, terkait insiden pembakaran kitab suci Islam oleh Salwan Momika di depan masjid utama, Stockholm, pada Rabu (28/6/2023).
Pelaku, yang diketahui sebagai pelarian dari Irak yang kini telah menjadi warga negara Swedia, menginjak-injak kitab suci Al Quran sebelum kemudian membakarnya. Kecaman datang dari berbagai negara, antara lain Irak, Iran dan Arab Saudi. Pemerintah Indonesia cq. Kementerian Luar Negeri melalui akun Twitter resminya @Kemlu_RI mengecam keras aksi provokatif pembakaran Al Quran itu.
Kemlu menegaskan, tindakan itu sangat mencederai perasaan umat Muslim dan tidak bisa dibenarkan. Kebebasan berekspresi harus pula menghormati nilai dan kepercayaan agama lain.
Dalam pernyataan persnya, Dr. Djumala, yang saat ini juga menjabat sebagai Dewan Pakar BPIP, Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, lebih jauh menyatakan Pemerintah Swedia tidak sensitif terhadap perasaan umat Islam.
“Swedia tidak seharusnya mengatakan tindakan provokatif itu merupakan manifestasi kebebasan sebagai konsekuensi negara demokrasi.” ungkap Dr. Djumala.
Ditegaskan Dr. Djumala, demokrasi tidak bisa serta merta menjustifikasi tindakan yang melecehkan agama dan keyakinan bangsa lain. Sebab, dalam koridor demokrasi ada nilai-nilai yang hidup secara universal, yaitu nilai kemanusiaan. Di dalam nilai kemanusiaan terkandung etik sosial untuk menghormati perbedaan dan keberagaman antar umat manusia.
Dr. Djumala mengingatkan, dalam salah satu ajaran Bung Karno ada prinsip sosio-demokrasi, yaitu demokrasi yang mengindahkan nilai-nilai sosial-kemanusiaan. Ini artinya jika suatu bangsa menganut sistem demokrasi, maka termasuk didalamnya kewajiban untuk saling menghormati satu sama lain berdasarkan nilai sosial-kemanusiaan. Sebenarnya itulah inti dari sila Kemanusiaan dalam Pancasila.
Pada bagian lain Dr. Djumala menegaskan, dalam fatsun diplomasi tindakan pembakaran Al Quran di Stockholm itu sungguh merupakan tindakan tidak bersahabat terhadap umat Islam.
“Ditengarai bahwa Swedia hanya menonjolkan demokrasi yang memberi kebebasan warganya untuk menyampaikan pendapat tanpa mengindahkan penghormatan terhadap agama. Seolah-olah demokrasi bergerak dalam ruang hampa nilai.” ungkapnya.
Dr. Djumala menandaskan, prilaku yang di-klaim sebagai wujud demokrasi tapi dimanifestasikan tanpa mengindahkan nilai kemanusiaan sungguh berbahaya. Meski diakui tindakan brutal itu menyakitkan umat Islam, Dr. Djumala menghimbau umat Islam Indonesia untuk tidak terprovokasi sehingga bereaksi berlebihan.
“Sebab, provokasi bakar Al Quran di Swedia itu adalah buntut dari perselisihan bilateral antara Swedia dan Turki. Turki menolak keanggotaan Swedia di NATO karena Swedia memfasilitasi gerakan kelompok anti-Turki, yaitu Partai Pekerja Kurdistan (PKK), dengan alasan kebebasan ekspresi dalam sistem demokrasi. Itu masalah politik bilateral Swedia-Turki”, tutup Dr. Djumala.