Kupang – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo menekankan bahwa sudah seharusnya Pancasila menjadi moral publik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam menghadapi Pesta Demokrasi di tahun 2024. Hal ini dilakukan dalam upaya menjaga nilai-nilai demokrasi Pancasila agar senantiasa lestari. Tidak hanya sekedar slogan saja namun benar-benar terlaksana dengan baik dan benar.
Hal ini dinyatakan Benny dalam kegiatan Kuliah Umum Pancasila dan Pemilih Cerdas yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Pastoral Keuskupan Agung Kupang pada Senin 18 September 2023 di Kupang Nusa Tenggara Timur.
Dalam Kuliah Umum ini Benny menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara merupakan konsensus bangsa sebagai pedoman hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya implementasi Pancasila dalam setiap aspek bermasyarakat menjadi penting karena Pancasila merupakan ideologi dasar negara Indonesia dan memiliki peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku bangsa Indonesia.
“Dalam menghadapi pemilu di Era digital ini, implementasi Pancasila dapat menjadi pedoman bagi para pemilih dalam menghadapi fenomena-fenomena menjelang pemilu yang terjadi dalam masyarakat.” tegas Benny.
Ia menjelaskan bahwa fenomena pemecah belah bangsa seperti narasi bernuansa kekerasan, politik Idetitas serta berita bohong yang memenuhi ruang-ruang publik dalam masyarakat, hendaknya dapat dihadapi melalui implementasi Pancasila dalam gerakan sosial- politik yang merekatkan bangsa khususnya dalam menghadapi pemilu 2024 yang akan datang.
Lebih lanjut Benny menyatakan bahwa pemilihan umum adalah salah satu momen penting dalam kehidupan berdemokrasi sebuah negara.
“Pada tahun 2024, Indonesia akan menghadapi pemilihan umum yang sangat signifikan dalam era digital yang terus berkembang. Dalam situasi seperti ini diperlukan pemilih cerdas yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam memilih pemimpin.” tandasnya.
Ia mengingatkan bahwa di era digital telah terjadi perubahan besar dalam cara berinteraksi, mengakses informasi, dan berpartisipasi dalam proses politik.
“Internet, media sosial, dan teknologi informasi telah memberikan kemampuan kepada individu untuk mendapatkan akses lebih cepat dan lebih luas terhadap berbagai sumber informasi politik. Namun, dengan semua keuntungan ini juga datang tantangan serius, seperti disinformasi, hoaks, dan polarisasi politik yang semakin memburuk.Dalam menghadapi pemilihan umum 2024.” ungkapnya.
Karena hal tersebutlah, tegas Benny, pemilih di Indonesia diharapkan dapat menjadi cerdas dalam mengelola informasi yang mereka terima melalui platform digital. Mereka harus memahami risiko dari disinformasi dan hoaks serta mampu memilah informasi yang benar dan akurat.
“Para pemilih juga perlu benar benar menyadari bahwa pemilu tidak semata mata proses berdemokrasi, pemilu adalah saat yang paling tepat untuk menyatakan bahwa demokrasi Pancasila yang mengedepankan rasa ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Ini merupakan hal yang penting yang menjadi pijakan moral dan etis bagi masyarakat Indonesia yang digali dari budaya dan nilai luhur bangsa dan telah terbukti sejak masa lampau.” bebernya.
Staff khusus dari lembaga yang dipimpin oleh Yudian Wahyudi ini, lebih lanjut menyatakan bahwa hendakya para pemilih dapat memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pengambilan keputusan politik yang mereka ambil. Serta menyadari pentingnya ketuhanan, persatuan, keadilan sosial, dan kerakyatan yang dijalankan melalui hikmat kebijaksanaan dan perwakilan.
“Menjelang kontestasi demokrasi ini diharapkan sebagai pemilih cerdas masyarakat senatiasa ingat untuk memilih pemimpin yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila, para pemilih perlu memahami calon pemimpin dan program politik mereka.” katanya.
Doktor komunikasi politik ini menegaskan lebih lanjut bahwa dalam memilih pemimpin, hendaknya masyarakat bukan hanya melihat mereka di permukaan saja namun juga melihat bagaimana visi dan misi mereka sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
“Bagaimana calon tersebut berkomitmen untuk memajukan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan sosial, dan kerakyatan ? Selain itu, pemilih cerdas juga harus memahami rekam jejak dan integritas calon. Apakah mereka memiliki catatan yang bersih dalam menjalankan tanggung jawab publik? Apakah mereka memiliki komitmen yang kuat untuk menghindari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan?” jelas Benny.
“Pertanyaan-pertanyaan seperti ini harus menjadi bagian dari pertimbangan untuk memilih.” sambungnya.
Oleh karena itu, Benny menilai para pemilih harus kritis dalam menilai informasi yang mereka temui di media sosial dan platform online lainnya. Pemilih cerdas juga harus aktif dalam berpartisipasi dalam diskusi publik.
“Memilih tidak hanya berdasarkan pandangan pribadi, tetapi juga berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain dan berdialog secara konstruktif yang dapat dapat membantu memperkuat demokrasi, menghormati pandangan yang beragam dan memperkaya proses demokrasi dengan berbagai sudut pandang.” ujar dia.
Dengan cara ini, kata Benny, pemilihan umum dapat menjadi cerminan yang lebih baik dari nilai-nilai dan aspirasi masyarakat Indonesia. Tidak saja memastikan masa depan yang lebih baik untuk bangsa ini. Namun juga melaksanakan Proses demokrasi Pancasila yang mengedepankan rasa ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dengan benar.
“Hingga seluruh masyarakat menyadari bahwa Pancasila merupakan acuan dalam keadaban berdemokrasi di negara ini.” tutup Benny dalam acara yang dihadiri oleh 150 orang mahasiswa dari seluruh Kupang ini.